Seba Baduy 2017 Menangkap Pesan Tradisi Karuhun

Dikawal kepolisian, ribuan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar berjalan kaki sambil membawa beragam hasil bumi sebagai ‘buah tangan’ untuk Ibu Alit dan Bapak Gede. (Foto: Istimewa)
Dikawal kepolisian, ribuan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar berjalan kaki sambil membawa beragam hasil bumi sebagai ‘buah tangan’ untuk Ibu Alit dan Bapak Gede. (Foto: Istimewa)

SERANG, TitikNOL – Jumat (28/4/2017) hari ini, prosesi sakral Urang Kanekes atau dikenal Suku Baduy yakni Seba Baduy Gede telah dimulai. Ribuan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar mulai bertolak dari Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Perjalanan berjarak 115 kilometer tersebut ditempuh oleh warga Baduy Dalam dengan berjalan kaki sambil membawa beragam hasil bumi sebagai ‘buah tangan’ untuk Ibu Alit dan Bapak Gede.

Tanpa alas kaki, perjalanan dilakoni sesuai dengan tradisi yang tak membolehkan warga Baduy Dalam memakai sandal dan sepatu. Upacara adat Seba digelar setelah Urang Kanekes melaksanakan Puasa Kawalu selama tiga bulan dan musim panen tiba. Selama tiga bulan itulah masyarakat luar dilarang memasuki wilayah Baduy Dalam, yakni Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.

Acara diawali dengan prosesi di Kabupaten Lebak bertemu dengan Ibu Alit, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, dilanjutkan dengan silaturahmi dengan Bapak Gede, Gubernur Banten. Di Kabupaten Lebak, akan diisi kegiatan seni dari komunitas lukis. Pagi harinya, 29 April 2017, warga Baduy berangkat menuju Pendopo Kabupaten Pandeglang untuk bertemu Bupati Pandeglang. Sorenya, tiba di Gelanggang Olahraga Maulana Yusuf, Ciceri, Kota Serang.

Makna Seba artinya ‘sowan’ atau silaturahmi, secara sederhana berarti menjalin silaturahmi dengan pemerintah setempat. Menurut pengamat Baduy Uday Suhada, esensi dari Seba baduy adalah menyambung silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah.Tak sekadar itu, dalam setiap acara inti yang berisi ramah tamah dengan Bapak Gede yang dalam hal ini Gubernur, warga Baduy menyematkan 3 esensi penting dari Seba Baduy.

“Niat untuk menjalin silaturahmi dengan pemerintah, keadilan, dan pesan menjaga kelestarian lingkungan,” kata Uday.

Pesan-pesan tersebut, menurut Uday wajib ditangkap dan diimplementasikan oleh pemerintah. Kegiatan Seba Baduy, tidak dimaknai sebatas ‘tontonan’ yang untuk menarik wisatawan, lebih dari itu, Seba adalah amanat luhur dari warga Baduy untuk pemerintah di Banten.

Memelihara tali kekeluargaan, berbuat adil pada sesama dan makhluk Tuhan, serta menjaga keseimbangan lingkungan adalah bagian dari filosofi kehidupan Urang Kanekes dalam menghargai kehidupan yang adiluhung.

Sesuai dengan falsafah Urang Baduy yang berbunyi Gunung Nteu Meunang Dilebur. Lebak Nteu Meunang Diruksak. Lojor Nteu Meunang Dipotong. Pendek Nteu Meunang Disambung (Gunung Tak Boleh Dihancurkan. Lembah Tak Boleh Dirusak. Panjang Tak Boleh Dipotong. Pendek Tak Boleh Disambung. Hingga kini, Urang Kanekes tetap kokoh mempertahankan adat dan menjaga alam. Setidaknya tercermin dalam melalui pepatah mereka: "Lojor teu meunang dipotong, pendek teu meunang disambung" (Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Pepatah ini memiliki makna bahwa hidup harus sesuai ketetapan Tuhan. Serta, menjaga apa yang telah diberikan oleh Tuhan.

Untuk mempersiapkan acara tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Eneng Nurcahyati mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota serta kepolisian. Ini dilakukan untuk memastikan acara tahunan berjalan tanpa hambatan.

“Seba Baduy adalah hajat bersama yang harus disukseskan. Selain upaya pemerintah dalam rangka menjaga kelestarian adat leluhur, ini juga bisa jadi daya daya tarik wisatawan ke Banten,” kata Eneng baru-baru ini.

Eneng menjelaskan, Seba Baduy merupakan ritual itu dilakukan sebagai bentuk kepatuhannya kepada penguasa, mereka menghantarkan hasil bumi seperti padi, palawija, buah-buahan, bahkan kerajinan tangan. Ritual ini sangat ditunggu-tunggu para peneliti sejarah, wisatawan baik domestik maupun asing serta masyarakat pada umumnya karena hanya bisa disaksikan sekali dalam setahun.

Pada malam hari, kegiatan utama Seba Gede akan berlangsung antara masyarakat Baduy dengan Gubernur Banten. Pihaknya juga akan mengundang Kementrian Pariwiwsata untuk hadir dalam acara puncak pada tanggal 30 April nanti.

“Kita ingin esensi dari Seba Baduy itu sendiri berhasil diterjemahkan secara konkret oleh semua, terutama pemerintah, bahwa niat untuk menjalin silaturahmi harus dijaga, keadilan untuk kemaslahatan harus prioritas, dan menjaga keseimbangan lingkungan menjadi niscaya bagi semuanya,” tutur Eneng. (Adv)

Komentar