SERANG, TitikNOL - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengungkapkan dampak negatif tentang anak yang tidak ikut imunisasi.
Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan imunisasi sebuah upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit menular berbahaya.
Sejarah telah mencatat besarnya peranan vaksinasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
"Sebagai orangtua yang bertanggungjawab, kita perlu tahu alasan pentingnya memastikan anak menerima imunisasi yang lengkap dan tepat waktu," katanya.
Setidaknya, ada tujuh risiko bagi kesehatan jika anak tidak diberikan imunisasi.
"Ada tujuh risiko yang dapat dialami anak, keluarga, dan lingkungannya apabila kebutuhan imunisasi tidak terpenuhi tepat waktu," ucapnya.
1. Anak Lebih Rentan Mengalami Sakit Berat
Anak yang tidak menerima imunisasi lengkap dan tepat waktu akan lebih rentan mengalami berbagai penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi, seperti hepatitis, TBC, batuk rejan, dan difteri?
Selain itu, anak yang tidak diimunisasi juga lebih rentan terhadap masalah kesehatan lain. Contohnya ketika anak terkena campak, sering mengalami komplikasi seperti diare, pneumonia, kebutaan, dan malnutrisi.
2. Kemungkinan Anggota Keluarga Lain Turut Sakit Berat Menjadi Lebih Tinggi
Anak yang sedang sakit dan tidak menerima imunisasi lebih berisiko menulari orang lain di sekitarnya.
Begitu pula sebaliknya, anak yang tidak diimunisasi lebih berisiko tertular penyakit.
Setiap kali seseorang sakit, maka anak, atau cucu dan orang tua, juga berisiko terkena.
Orang dewasa merupakan sumber infeksi utama pertusis (batuk rejan) pada balita, penyakit ini bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi.
Imunisasi tidak hanya melindungi diri anak, tetapi juga orang tua dan anggota keluarga lain serta orang-orang di lingkungan sekitar yang mungkin kesulitan mendapatkan akses vaksinasi.
Orang dewasa pun tetap mungkin tertular penyakit dan mengalami gejala yang ringan namun dengan komplikasi yang fatal.
Ibu hamil yang tertular virus rubela, misalnya, amat berisiko melahirkan anak dengan berbagai bentuk komplikasi bawaan, disebut dengan sindrom rubela kongenital (SRK).
Sementara itu, ibu hamil yang tertular virus campak berisiko mengalami keguguran.
3. Kemuungkinan Ikut Menyebabkan Wabah Penyakit di Lingkungan
Kasus-kasus penyakit menular di kalangan kelompok rentan dapat berkembang luas menjadi wabah di masyarakat.
Untuk alasan inilah, pemerintah saat ini masih memberikan imunisasi polio kepada anak.
Jika jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi bertambah banyak, maka penyakit yang selama bertahun-tahun berhasil dicegah dapat kembali mewabah.
4. Komplikasi Penyakit Timbulkan Biaya Tinggi Pengobatan
Suatu penyakit tidak hanya berdampak langsung terhadap penderita dan keluarganya, tetapi juga terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Kejadian sakit dan komplikasi penyakit dapat membutuhkan biaya tinggi dan perawatan yang memakan waktu.
Pasien difteri, misalnya, membutuhkan rawat inap segera di fasilitas kesehatan yang mampu menangani penyakit ini besertakomplikasi-komplikasinya. Pasien akan ditempatkan di ruang isolasi dan diberikan obat-obatan khusus.
Penyakit campak rata-rata memerlukan hingga 15 hari perawatan, termasuk rata-rata kehilangan lima atau enam hari kerja atau sekolah bagi karyawan atau pelajar.
Orang dewasa yang terkena hepatitis rata-rata tidak bisa bekerja selama satu bulan.
Dalam hal bayi yang terlahir dengan SRK, ia akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dan bantuan serta terapi medis yang berbiaya tinggi.
5. Penurunan Kualitas Hidup
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi memiliki risiko komplikasi yang mengakibatkan disabilitas tetap.
Contohnya, campak yang dapat menyebabkan kebutaan. Ada pula kelumpuhan sebagai gejala terberat yang dikaitkan dengan polio karena dapat menimbulkan disabilitas permanen dan kematian.
6. Risiko Penurunan Harapan Hidup
Vaksinasi yang tidak lengkap menyumbang kepada penurunan angka harapan hidup.
Sebaliknya, imunisasi lengkap hingga anak berusia lima tahun dapat meningkatkan angka harapan hidup.
Data menunjukkan bahwa anak yang tidak menerima imunisasi lengkap lebih mungkin tertular berbagai penyakit saat masih kanak-kanak, sehingga angka harapan hidupnya pun menurun.
Di Papua Barat, dari tahun 2010 ke tahun 2017, angka harapan hidup meningkat berkat peran penting dari peningkatan jumlah anak yang mendapatkan imunisasi lengkap.
7. Batasan Perjalanan dan Bersekolah
Beberapa negara mensyaratkan imunisasi lengkap bagi warga asing yang hendak berkunjung.
Jika tidak diimunisasi, anak dapat kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di negara-negara ini.
Selain itu, sudah semakin banyak sekolah yang mencantumkan ‘imunisasi lengkap’ sebagai syarat pendaftaran.
Tujuannya adalah agar semua anak dan warga sekolah terlindung dari penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin dan dengan demikian anak dapat menikmati hak belajarnya secara penuh di sekolah. (ADV)