SERANG, TitikNOL - Ditulis Peri Irawan sebagai Presidium Koalisi Masyarakat Banten. Dikirim pada Selasa (6/2/2024).
Ada apa dengan bangsa ini? Seniman, masyarakat, guru, petani, akademisi dan stakholder lainnya menyoroti kondisi demokrasi yang terjadi di Indonesia.
Indeks demokrasi di Indonesia terhitung pada tahun 2022 menunjukkan adanya perubahan angka yang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya.
Namun itu hanya sebuah angka, dalam realitanya banyak fenomena seperti hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah, korupsi yang menggila, kebebasan berpendapat yang terancam, dan perilaku pejabat publik yang tidak memberikan etika yang baik, yang terbukti melanggar etika dalam memeriahkan kontestasi demokrasi yang melanggar konstitusi.
Selain itu, terdapat perilaku Presiden Joko Widodo yang terlihat membuat gaduh karena pernyataan yang ikonsisten dan melakukan cawe-cawe yang seharusnya presiden fokus untuk menuntaskan program kerja atau janji-janji politiknya.
Manifesto yang dibacakan oleh beberapa kampus besar di Indonesia adalah bentuk keprihatinan terhadap demokrasi di Indonesia setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini belum terlambat, karena jelas ini terbukti melanggar kode etik dan ini bukan rahasia umum dan publik sudah mengetahuinya.
Kondisi ini mengakibatkan kita berada pada garis decline democracy (menolak demokrasi) sebagai penurunan kualitas demokrasi yang mengakibatkan suatu negara kehilangan kualitas demokrasi dan beralih pada rezim otoriter.
Fenomena MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai putra Jokowi oleh pamannya sebagai Ketua MK adalah pengkhianatan reformasi, karena diperburuk oleh fenomena politik dinasti yang jelas hal itu melanggar kode etik.
Selain itu, tindakan Jokowi yang menyatakan bahwa Presiden boleh melakukan kampanye adalah bentuk tindakan yang keliru.
Memang betul presiden boleh kampanye, namun ketika presiden mencalonkan kembali.
Perilaku Jokowi yang sangat jelas tidak menjaga netralitasnya seperti makan bareng dengan salah satu Calon Presiden (Capres), bertemu dengan menteri-menteri sekaligus Ketua Umum Partai Koalisi Indonesia Maju yang di sana terdapat putranya sebagai Calon Wakil Presiden yaitu Gibran Rakabuming Raka, memperlihatkan pemanfaatan lembaga negara seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif demi melanggengkan kekuasaan.
Sangat dramatis sekali era Presiden Jokowi ini, mulai dari isu tiga periode, penundaan pemilu, hingga putusan MK batas umur.
Maju mundurnya demokrasi bisa kita nilai dari kondisi melemahnya institusi politik, seperti Pemilu yang tidak kompetitif, banyak pelanggaran dan lainnya, pembatasan partisipasi, kritik yang kritis dilaporkan, kelompok minoritas yang masih tertindas, merebaknya KKN, adanya intimidasi dari kekuasaan, lemahnya akuntabilitas pejabat publik, serta penegakan hukum yang tidak adil dan bermasalah.
Melihat kondisi demokrasi saat ini, tentu ini adalah salah satu pengkianatan reformasi dan ini adalah buah busuk dari reformasi, karena demokrasi dikebiri, konstitusi dilanggar.
Ini adalah salah salah satu contoh pemerintahan yang buruk yang tidak memberikan keteladanan serta otoriter dan mengalalkan segala cara.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Artinya dalam hukum negara kita sendiri sudah diatur dan dijelaskan bahwa kedaulatan atau kekuasaan tertinggi berada pada rakyat.
Maka dari itu, pemerintah dan aparat negara tidak boleh bersikap sewenang-wenangnya atau bertindak semaunya sendiri, seolah-olah negeri ini milik sendiri. (Peri Irawan)