Minggu, 24 November 2024

Asal Muasal dan Sejarah Tradisi Debus

Ilustrasi. (Dok:net)
Ilustrasi. (Dok:net)

TitikNOLMenurut sebagian banyak sumber sejarah kesenian debus Banten bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Dikutip dari berbagai sumber, Debus terdiri dari beberapa versi.

Versi kedua Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad pada abad 13 M dan diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu.

Versi ketiga Debus berasal dari ajaran tarekat Rifa’iyah Nuruddin Ar-Raniry ke Aceh dan masuk ke Banten pada Abad 16 M oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908 M) yang diasingkan pemerintah Belanda ke Sumedang. Salah seorang pengawal yang menguasai Debus memperkenalkan serta mengajarkannya pada masyarakat Banten.

Tarekat Rifa’iyah mengajarkan rasa gembira saat bertemu Allah Swt atau disebut epiphany, nah saat seseorang telah mencapai puncak epiphany dia akan kebal terhadap benda tajam apapun.

Benang merah dari ketiga versi tersebut adalah kesenian Debus sebagai metode penyebaran agama Islam di wilayan Banten pada masa tersebut.

Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ektrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri banyak dipertontonkan  untuk acara kebudayaan, upacara adat ataupun hiburan.

Dewasa ini kesenian Debus merupakan kombinasi antara seni tari, suara serta seni kebatinan dengan nuansa magis. Karena merupakan alat penyebaran agama Islam pada zaman dulu maka kesenian ini dimulai dengan lantunan sholawat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad Saw.

Debus merupakan kesenian bela diri yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.

Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu.

Kesenian Debus yang sering dipertontonkan diantaranya:

- Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka

- Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok

- Memakan api

- Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah

- Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh

- Menggoreng telur di atas kepala

- Membakar tubuh dengan api

- Menaiki atau menduduki susunan golok tajam

- Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling

Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.

Debus lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang mungkin berkembang sejak abad ke-18. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten bermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).

Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908).

Tokoh Debus modern saat ini adalah Tubagus Barce Banten atau Abah Barce, kabarnya beliau selalu menjadi penasihat spritual kalangan elit politik dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang tidak dapat disembuhkan dunia kedokteran. Beliau juga sangat berperan memperkenalkan kesenian Debus hingga ke manca negara seperti ke Australia, Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Belanda dan Spanyol.

Menurut pria yang mendapat gelar doktor kehormatan dari Unicersitas Amsterdam Belanda pada tahun 1985 ini Debus tidak ada kaitannya sama sekali dengan ilmu sihir atau magis karena hal itu merupakan perbuatan Syirik (menyekutukan Allah) dan beliau menegaskan bahwa Debus digunakan pada zaman dahulu untuk melawan kolonial Belanda.

Terlepas dari itu semua kesenian Debus memang sangat berpotensi untuk mengangkat industri pariwisata Banten dimata nasional dan dunia. Atraksi kesenian ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis dan wisatawan lokal.

Komentar