SERANG, TitikNOL - Eks Plt. Kakanwil Bank Banten, DKI Jakarta Satyavadin Djojosubroto irit bicara saat digelandang penyidik ke Rutan Kelas II Serang.
Mantan pejabat di Bank Banten yang jadi tersangka tersangka kasus pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) di Bank Banten yang menelan kerugian Rp65 miliar itu, menyebut tidak adil.
"Ini tidak adil," katanya saat digiring penyidik ke mobil tahanan.
Selain menjadi Plt Kakanwil Bank Banten di DKI Jakarta, pada tahun 2017 tersangka menjadi komite verifikasi pemberian kredit.
Berdasarkan alat bukti yang cukup, tersangka dinyatakan bersalah atas pemberian fasilitas kredit macet Rp65 miliar kepada PT. HMN.
Diketahui, PT. HMN mengajukan kredit ke Bank Banten pada Mei 2017 dengan nilai Rp39 miliar.
Rinciannya, kredit modal kerjanya Rp15 miliar dan kredit investasi Rp24 miliar untuk mendukung pengerjaan proyek APBN yaitu jalan Tol pematang pemanggang kayu agung di Palembang, Sumsel dengan agunan sertifikat hak milik.
Baca juga: Soal Kredit Macet Rp65 M, Eks Plt Kanwil Bank Banten DKI dan Dirut PT. HMN Ditahan
Hingga Juni 2017 Bank Banten mengabulkan permohonan kredit kepada PT.HMN dengan nilai Rp35 miliar dengan KMK Rp13 miliar dan KI Rp17 miliar.
Namun saat diselidiki, penyidik menemukan beberapa kejanggalan hingga akhirnya diduga menimbulkan kerugian.
Dari segi proses pengajuan sampai disetujui, penyidik menemukan terdapat melawan hukum lantaran ada syarat yang tidak dipenuhi PT. HMN, antara lain agunan tidak diserahkan sepenuhnya, agunan tidak diikat dengan hak tanggunan, pembayaran kredit ditransfer lewat rekening pribadi Direktur PT. HMN.
Kemudian, mekanisme kontrak kerja PT. HMN terhadap PT. Waskitaparia tidak dilaksanakan melalui rekening di Bank Banten yang dilakukan rekening proyek, sehingga tidak dilakukan auto debit.
Dengan persoalan itu, PT. HMN kembali mengajukan berupa penambahan plafon atau top up untuk KMK dan KI sebesar Rp35 miliar pada November 2017. Padahal sejak kredit pertama PT. HMN belum melaksankan kewajibannya cicilan.
Oleh karena agunan tidak dikuasai dan tidak diikat dengan hak tanggungan, sehingga kredit menjadi macet yang mengakibatkan timbulnya keruguan negara Rp65 miliar. (TN3)