Sabtu, 27 Juli 2024

Eks Plt. Kanwil Bank Banten DKI dan Direktur PT. HMN Ditetapkan Tersangka Kasus Kredit Macet Rp65 Miliar

Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat ekspose kredit macet Rp65 miliar di Bank Banten (Foto: TitikNOL)
Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat ekspose kredit macet Rp65 miliar di Bank Banten (Foto: TitikNOL)

SERANG, TitikNOL - Kejati Banten menetapkan dua tersangka atas kasus penyelewengan pemberian kredit senilai Rp65 miliar di Bank Banten.

Kedua tersangka itu adalah Satyavadin Djojosubroto (SDJ) selaku Kepala Kantor Wilayah Bank Banten di DKI Jakarta tahun 2017, dan Rasyid Samsudin (RS) selaku Direktur Utama PT. HMN.

Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, penetapan tersangka dilakukan usai penyidik memeriksa 15 orang.

"Diputuskan 2 tersangka dengan SDJ, selaku divisi kredit komersial Bank Banten dan Plt. Kepala Cabang DKI Jakarta tahun 2017. Tersangka kedua dengan RS, selaku Direktur Utama PT. HMN," katanya saat ditemui di Kejati, Kamis (4/8/2022).

PT. HMN mengajukan kredit ke Bank Banten pada Mei 2017 dengan nilai Rp39 miliar.

Rinciannya, kredit modal kerjanya Rp15 miliar dan kredit investasi Rp24 miliar untuk mendukung pengerjaan proyek APBN yaitu jalan Tol pematang pemanggang kayu agung di Palembang, Sumsel dengan agunan sertifikat hak milik.

Baca juga: Begini Modus Kredit Rp65 Miliar PT. HMN yang Macet di Bank Banten

Hingga Juni 2017 Bank Banten mengabulkan permohonan kredit kepada PT.HMN dengan nilai Rp35 miliar dengan KMK Rp13 miliar dan KI Rp17 miliar.

Namun saat diselidiki, penyidik menemukan beberapa kejanggalan hingga akhirnya diduga menimbulkan kerugian.

Dari segi proses pengajuan sampai disetujui, penyidik menemukan terdapat melawan hukum lantaran ada syarat yang tidak dipenuhi PT. HMN, antara lain agunan tidak diserahkan sepenuhnya, agunan tidak diikat dengan hak tanggunan, pembayaran kredit ditransfer lewat rekening pribadi Direktur PT. HMN.

Kemudian, mekanisme kontrak kerja PT. HMN terhadap PT. Waskitaparia tidak dilaksanakan melalui rekening di Bank Banten yang dilakukan rekening proyek, sehingga tidak dilakukan auto debit.

Dengan persoalan itu, PT. HMN kembali mengajukan berupa penambahan plafon atau top up untuk KMK dan KI sebesar Rp35 miliar pada November 2017. Padahal sejak kredit pertama PT. HMN belum melaksankan kewajibannya cicilan.

Oleh karena agunan tidak dikuasai dan tidak diikat dengan hak tanggungan, sehingga kredit menjadi macet yang mengakibatkan timbulnya keruguan negara Rp65 miliar.

"Diduga kerugian negara pada Bank Banten Rp65 miliar," jelasnya.

Baca juga: Soal Penyelewengan Kredit Rp65 M di Bank Banten, Al Muktabar Serahkan Sepenuhnya ke Proses Hukum

Ia menerangkan, Bank Banten hanya menguasai agunan 2 berupa sertifikat tanah dari total 5 sertifikat.

"Bank Banten hanya menguasa 2 total sertifikat tanah dan 5 sertifikat lainnya tidak menguasainya. Ada 3 sertifikat tanah yang diagunankan dikuasai oleh leasing," terangnya.

Perbuatan para Tersangka sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1). (TN3)

Komentar