SERANG, TitikNOL - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti, mengungkapkan alasan ketidakinginannya mengekspose jumlah tenga Kesehatan yang terinfeksi virus Corona.
Menurutnya, data tenaga kesehatan yang terekspose akan mengganggu psikologis mereka yang sedang fokus dalam menangani pasien yang terpapar virus Corona. Di sisi lain, ada kesulitan dalam mendata tenaga Kesehatan yang bekerja di rumah sakit swasta.
“Jumlah Nakes (Tenaga Kesehatan) yang ada kami sedang mendata, memang ada kesulitan bagi RS swasta, jadi punya kekhawatiran ketika di ekspose mengganggu pelayanan publik mereka. Ketika itu terekspose jumlah dan nama itu mengganggu psikis orang tersebut,” katanya saat ditemui di Dinkes Banten, Rabu (01/07/2020).
Terlebih kata Ati, pemahaman masyarakat terkait Covid 19 belum sepenuhnya baik. Tindakan diskriminasi selalu terjadi pada pasien yang terpapar Corona. Bahkan, lebih tidak diterima dibandingkan dengan penderita AIDS.
“Karena untuk Covid ini masih di driskiminatif, bahkan lebih parah dari penderita AIDS. AIDS dulu tidak diterima di masyarakat, saat ini Covid lebih jauh tidak diterimanya. Oleh karenanya kami tidak menyebutkan, biarlah mereka konsen melayani, biar fokus tidak terganggu melayani pasien,” terangnya.
Ia menyebutkan, sisi kesehatan masih menjadi kelemahan di Provinsi Banten. Masyarakat masih minim melaksanakan protokol kesehatan dalam beraktivitas. Sehingga, penyebaran Covid 19 masih terbilang cepat.
Namun, berdasarkan indikator dalam penanganan Covid 19 terlebih khusus fasilitas kesehatan, ketersediaan APD baik di Puskesmas maupun rumah sakit telah memenuhi syarat dan mencukupi sampai Desember 2020.
“Kelemahan masih di sisi kesehatan publik, di situ indikator bagaimana masyarakat bisa distenching, menggunakan masker dan protokol kesehatan didalam aktivitasnya itu yang harus digencarkan,” tuturnya.
Maka, untuk memetakan penyebaran virus Corona, pihaknya lebih gencar melakukan rapid test di tempat-tempat yang sering dikunjungi masyarakat. Seperti Pasar Tradisional, Pondok Pesantren dan pengguna jalan.
“Untuk (ketersediaan) rapid test 36 ribu, tapi 16 ribu kami gunakan untuk kegiatan drive thru. Kami akan rapid Pasar Tradisional sekitar 35 titik. Untuk 20 ribu untuk Pondok Pesantren,” tukasnya. (Son/TN1)