Pengusaha di Lebak Menjerit, Proyek Poros Desa Dipotong Hingga Puluhan Juta

Ilustrasi pembangunan jalan desa. (Dok: kbbisa)
Ilustrasi pembangunan jalan desa. (Dok: kbbisa)

LEBAK, TitikNOL - Sejumlah pengusaha yang mengerjakan proyek jalan poros desa di Kabupaten Lebak, mengeluhkan pemotongan dana oleh UPT Laboratorium dan PPTK di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lebak.

Tidak tanggung-tanggung, pemotongan untuk setiap kegiatan poros desa oleh dinas bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Dikatakan Syaeful, salah seorang pengusaha, pemotongan itu berawal dari adanya temuan hasil uji lab, kepada pengerjaan jalan poros desa.

"Intinya begini, misalkan sekarang kan hasil pengerjaan jalan itu di uji lab terutama kalau hotmik kan diujinya di UI, kalau lapisan penetrasi makadam (Lapen) di workshop. Setelah di coring pakai mesin, temuan misalkan versi orang DPUPR sebesar 40 juta, dipotonglah 40juta. Sementara BPK saja belum datang dan belum menjadi temuan BPK," beber Syaeful menjelaskan.

"Sekarang kita PHO, tebal oke, lebar oke panjang bahkan lebih. Sekarang misalkan pekerjaan kita 1,1 kilometer menjadi 1,135 kilometer tapi sama negara kan tidak dihitung. Di coring pakai mesin, katanya nunggu hasil Lab dua minggu, setelah keluar hasil Lab katanya ini harus dipotong 40 juta. Kata saya, loh anda mau potong saya dari mana aturannya. Jawabnnya mereka (DPUPR, red) nanti katanya ada temuan BPK. Kalau memang ada temuan BPK kan saya bisa bayar pengembalian uang negara sesuai temuan BPK melalui DPPKAD dan bisa dicicil. Kenapa saya harus dicekik langsung 40juta, apa memang orang DPUPR tidak ada yang jadi pemborong?," jelas Syaeful lagi.

Syaeful juga mempertanyakan regulasi soal pemotongan dana yang disebut, karena adanya temuan versi DPUPR Lebak, pasca adanya hasil uji lab yang dilakukan DPUPR dari hasil pelaksanaan proyek jalan poros desa yang dikerjakan oleh rekanan atau kontraktor pelaksana.

"Katanya uang hasil pemotongan itu akan dikembalikan ke kas daerah, ini DPUPR regulasinya dari mana. Ke pemborong kecil main hantam saja. DPUPR itu sadisnya ke pemborong kecil saja, model kita diajar-ajarin padahal pemborong kecil seperti kita ini takut kepada pemerintah. Tapi ketika dihadapkan dengan pemborong-pemborong kuat, mereka itu takut dan malah seperti tidak ada masalah saja," kesalnya.

Terpisah, Deden Eko selaku Kepala UPT Lab pada kantor DPUPR Pemkab Lebak, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon selulernya mengatakan, hal itu bukan potongan tetapi dari pengurangan nilai kontrak dari hasil ekstrasi hasil pengujian kadar aspal.

Selain itu kata Deden Eko, terkait regulasi adanya potongan atau pengurangan nilai kontrak, itu regulasinya berdasarkan acuan yang diberikan pihak BPK.

"Begini pak, sebenarnya bukan pemotongan, tapi pengurangan nilai kontak dari hasil ekstrasi hasil pengujian kadar aspal yang dilakukan oleh rekanan. Jadi untuk PHO kita kan mengambil sample, sedangkan ketentuan untuk di kontrak itu untuk poros desa itu kadar aspal 6,7 persen dengan ketebalan 7 centimeter," akunya.

Setelah hasil pemeriksaan ekstrasi yang dilakukan, lanjut Deden, ada yang mencapai 6 persen ada yang 6,2 persen yang tidak sesuai dengan ketentuan.

"Sama saja dengan hotmik sebenarnyamah asumsinya, kalau hotmik bahasanya dencity (kepadatan) kalau Lapen itu bahasanya kadar aspal," ujar Deden.

Kendati demikian, Deden menyarankan kepada TitikNOL untuk menghubungi Dinas PUPR setempat, jika membutuhkan informasi lebih lanjut terkait permasalahan yang dikeluhkan pihak rekanan.

"Jadi saya enggak bisa berbicara banyak sendirian, itu harus ke dinas dulu permohonannya (konfirmasi, red). Kalau bisa gini, kalau lebih rillnya itu siapa rekanannya yang mempunyai keluhan seperti itu, disampaikan saja biar enak dinasnya," tukasnya. (Gun/red)

Komentar