SERANG, TiikNOL – Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air terus memaksimalkan fungsi irigasi di Provinsi Banten. Hal itu dibuktikan dengan dikucurkannya anggaran mencapai puluhan miliar rupiah untuk sejumlah lokasi irigasi yang akan dimaksimalkan, termasuk salah satunya saluran irigasi di Pamarayan, yang berlokasi di Kabupaten Serang.
Namun kenyataannya, harapan dan tujuan pemerintah pusat tidak diiringi dengan maksimalnya kualitas pembangunan dari anggaran yang sudah digelontorkan. Seperti yang terlihat di lokasi saluran induk Pamarayan utara dan Pamarayan timur, yang dianggarkan hampir mencapai Rp40 miliar oleh Dirjen SDA melalui Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) Banten.
Dari informasi yang diperoleh wartawan di dua lokasi, salah satunya di Saluran Induk Pamarayan Utara, pekerjaan yang sejatinya dikerjakan secara maksimal oleh pihak pelaksana, malah terkesan asal-asalan.
Terlihat dalam pemasangan dinding irigasi penahan tanah di lokasi itu. Dari gambar yang diperoleh wartawan, pemasangan batu terkesan asal tempel dan tidak dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis. Akibatnya, belum lama dikerjakan, bangunan sudah kembali hancur. Kejanggalan pun terlihat di beberapa lokasi lainnya di wilayah itu.
Sekretaris Jenderal Gerakan masyarakat untuk perubahan (Gempur) Banten, Hamim Rizieq menyayangkan kondisi itu. Dirinya mensinyalir, bahwa pekerjaan yang dilakukan di dua lokasi itu asal-asalan.
“Hasil investigasi yang sudah dilakukan tim kami di lapangan, banyak kejanggalan yang ditemukan, terutama di Saluran Induk Pamarayan Utara dan Timur. Ini sangat disayangkan, padahal anggarannya sangat fantastis,” ujar Hamim saat dihubungi wartawan, Senin (2/5/2016).
Hamim pun menduga, adanya konspirasi antara pihak pelaksana dengan oknum yang ada di BBWSC3 Banten dalam hal pengawasan pekerjaan. Hal itu lanjut Hamim terlihat, dengan adanya pembayaran yang tidak sesuai dengan termin pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pihak pelaksana.
“Yang kita tahu bahwa pekerjaan baru 15 persen. Namun info yang kami serap bahwa pekerjaan itu dibayar melebihi dari presentasi pekerjaan yang sudah dilakukan,” lanjut Hamim.
Selain itu lanjut Hamim, dalam kontrak kerja, pekerjaan itu selesai pada Juli 2016. Namun di lapangan, pekerjaan baru selesai sekitar 20 persen hingga 30 persen saja, dengan selisih waktu yang hanya dua bulan saja.
“Saya pesimistis pekerjaan di lokasi itu akan selesai dalam waktu dua bulan. Ini harus jadi catatan pihak aparat hukum,” tegas Hamim.
Hamim pun meminta, agar aparat hukum dalam hal ini Kejaksaan dan Kepolisian, memantau serius pelaksanaan pekerjaan di dua lokasi di Saluran Induk Pamarayan, karena sarat akan dugaan korupsi. (red)