Sabtu, 29 November 2025

Wali Kota Serang Dorong Larangan Peredaran Miras, Fraksi Gerindra Penyusunan Raperda PUK Sesuai Regulasi

Wali Kota Serang Budi Rustandi bersama DPRD Kota Serang
Wali Kota Serang Budi Rustandi bersama DPRD Kota Serang

KOTA SERANG, TitikNOL – Polemik mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kepariwisataan mendapat respons langsung dari Wali Kota Serang, Budi Rustandi.


Orang nomor satu di Kota Serang ini meluruskan simpang siur informasi yang beredar.


Ia menegaskan, pengajuan Raperda ini memiliki niat mulia yakni membenahi masalah hiburan malam dan menutup celah peredaran minuman keras (miras) secara permanen.


Wali Kota Serang Budi Rustandi memastikan proses pembahasan aturan ini berjalan demokratis.


Ia mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk membedah naskah akademik secara transparan. Tujuannya agar aturan yang lahir benar-benar pro-rakyat.


"Dibawa ke dewan untuk silakan dirapatkan transparan. Kalau ada yang tidak baik dari naskah akademik atau aturan, (silakan dikoreksi). Keinginan hati paling dalam, inginnya saya larang minuman keras di Kota Serang," ujar Budi, 28 November 2025.


Langkah tegas ini diambil Budi bukan tanpa alasan. Berdasarkan pantauannya di lapangan, peredaran miras menjadi akar masalah sosial yang serius.


Mulai dari tawuran antar pelajar hingga maraknya geng motor.

Ia prihatin dengan mudahnya akses jual beli miras yang kini menyasar anak-anak di bawah umur.


"Karena saya turun ke bawah banyak tawuran, angka kejahatan, dan geng motor, itu pemicunya minuman keras. Dengan mudahnya masuk ke Kota Serang, dijual beli tanpa pandang bulu," jelasnya.


Ia meminta semua pihak, termasuk tokoh agama dan aktivis, untuk duduk bersama merumuskan aturan pelarangan yang efektif.


"Kalau bisa dilarang, silakan rapatkan secara transparan. Baik oleh tokoh agama, tokoh aktivis, dan lainnya, silakan," tegas Budi.


Lebih jauh, Budi menjelaskan kendala teknis yang dihadapi pemerintah kota saat ini.


Seringkali, tindakan penutupan tempat hiburan tidak efektif karena izin berusaha diterbitkan langsung oleh Pemerintah Pusat (OSS).


Pernyataan ini menguat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.


Aturan ini menetapkan bahwa perizinan usaha termasuk tempat hiburan diterbitkan langsung oleh Pemerintah Pusat melalui sistem OSS.


Pemerintah daerah hanya diberi ruang untuk mengatur tata ruang, pengawasan, dan penertiban sesuai kewenangan.


Dalam PP 28/2025, Pasal 6 menegaskan bahwa daerah dilarang menerbitkan perizinan usaha di luar ketentuan OSS.


Perizinan inti dan legalitas usaha diterbitkan penuh oleh pemerintah pusat menggunakan pendekatan risiko.


Melihat kondisi tersebut, Pemkot Serang membutuhkan regulasi daerah sebagai penguat kewenangan penataan.


Hal ini sejalan dengan PP 28/2025 yang memberikan ruang bagi daerah untuk mengatur tata ruang, zonasi, pengendalian dampak sosial, dan pengawasan meski tidak bisa mencabut izin yang dikeluarkan OSS.


Oleh karena itu, Raperda ini diperlukan sebagai payung hukum lokal yang kuat untuk melakukan penertiban.


"Keinginan saya untuk melarang minuman keras. Karena saya capek, setiap saya tutup, muncul lagi. Karena aksesnya langsung kepada Pemerintah Pusat, bukan di Kota Serang," ungkapnya.


Disisi lain, Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Kota Serang, Edi Santoso, meluruskan berbagai misunderstanding terkait Raperda Penataan dan Pemberdayaan Usaha Pariwisata (PUK).


Ia menegaskan bahwa tudingan raperda tersebut membuka peluang legalisasi klub malam tidak berdasar dan tidak sesuai fakta pembahasan di DPRD.


Dalam pernyataannya, Edi menegaskan Fraksi Gerindra tetap konsisten mendukung penataan wilayah dan perlindungan sosial sesuai karakter Kota Serang.


Menurutnya, perdebatan yang berkembang di luar justru banyak dipengaruhi framing politik yang tidak akurat.


“Saya berharap framing terkait melegalkan (Hiburan Malam) itu dibuang jauh-jauh. Itu pandangan terlalu konservatif. Kita bicara aturan, bukan politik,” ujar Edi.


Edi Santoso menegaskan inti pembahasan Raperda PUK adalah membatasi dampak hiburan malam agar tidak menyebar ke pemukiman dan wilayah yang tidak semestinya.


Menurutnya, dinamika yang berkembang seolah-olah raperda itu melegalkan klub malam adalah kesimpulan yang keliru.


“Sekarang sudah banyak bercampur di lingkungan pemukiman. Banyak liburan-liburan malam yang berdampak. Raperda ini untuk membatasi agar itu tidak menyebar,” tegasnya.


Ia menambahkan bahwa fungsi pengawasan harus berjalan, dan Komisi I DPRD memiliki peran penting untuk memastikan operasional hiburan malam tidak menimbulkan gangguan masyarakat.


Menanggapi tudingan bahwa raperda digodok tanpa proses, Edi menegaskan bahwa seluruh tahapan telah dilakukan sesuai mekanisme.


“Keputusan itu tidak ada yang sepihak. Jangan sampai menyampaikan seolah-olah prosesnya tidak jelas. Di rapat sudah dibahas bersama ada PKS, Pak Eko Sucipto, dan Pak Tubagus Lukmanul Hakim,” jelasnya.


Ia menekankan bahwa pembahasan raperda dilakukan secara kolektif, transparan, dan tidak pernah dikuasai oleh satu orang atau satu fraksi.


Dalam kesempatan itu, Edi mengajak masyarakat maupun kelompok penolak raperda agar membaca substansi aturan secara utuh sebelum menyimpulkan.


Menurutnya, menyebarkan kekhawatiran tanpa dasar justru mengaburkan tujuan raperda yang sebenarnya, yaitu penataan ruang,

pembatasan usaha hiburan malam,

perlindungan masyarakat dari dampak negatif, dan kepastian hukum bagi pemerintah daerah.


“Jadi sekali lagi, jangan rayakan dengan isu-isu berbau politik seolah aturan ini untuk melegalkan hiburan malam. Itu tidak benar,” tegasnya.


Edi menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Fraksi Gerindra tetap komitmen menjaga identitas Kota Serang.


Namun regulasi harus tetap disusun berdasarkan kebutuhan penataan wilayah dan aturan formal, bukan tekanan opini publik yang tidak sesuai data.


“Ini untuk melindungi masyarakat. Untuk membatasi dampak hiburan malam. Itu yang sedang kita kerjakan,” pungkasnya.

Komentar