LEBAK, TitikNOL - Sebanyak 19 peserta Global Land Forum (GLF) atau Forum Pertanahan Global 2018, Jumat (20/9/2018) siang tiba di Kabupaten Lebak. Rencananya, para perwakilan dari 21 negara itu akan menetap selama tiga hari di Hutan Adat Cepak Maranti di Kampung Cibangkala, Desa Jagaraksa, Kecamatan Muncang.
Kedatangan para perwakilan dari berbagai negara ini diterima langsung oleh Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di rumah negara Pemkab Lebak, Jalan Abdi Negera nomor 2 Rangkasbitung. Selama di Hutan Adat Cepak Maranti, mereka akan tinggal bersama penduduk setempat untuk bertukar pengalaman terkait masalah pertanahan.
Dalam sambutannya, Bupati Iti Octavia Jayabaya mengungkapkan bahwa Kabupaten Lebak sering disebut sebagai Bumi Multatuli. Hal itu menurut Iti, karena Lebak lebih familiar dengan karya sastra yang berjudul Max Havelaar Douwes Dekker tahun 1860, sebuah karangan yang ditulis Eduard Douwes Dekker dengan menggunakan nama pena Multatuli.
Menurutnya, Eduard Douwes Dekker membuat karya tersebut terinspirasi dari kehidupan di Lebak pada masa kolonialisme semasa dirinya menjabat Asisten Residen di Lebak.
"Karya sastra ini berbentuk novel yang berisikan kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi. Di Hindia Belanda, karya ini menjadi salah satu karya yang berpengaruh dalam kesusastraan Belanda pada sekitar abad ke 19, serta diyakini sebagai tonggak awal perjuangan kemerdekaan di Indonesia karena sering dikutip dibeberapa tulisan yang mengkritik penolakan terhadap kolonialisme dan formalisme," katanya.
Di hadapan para peserta dari perwakilan 21 negara itu, Iti juga memperkenalkan tempat yang digunakan menerima para perwakilan peserta GLF. Kata Iti, tempat tersebut adalah rumah dinas Bupati Lebak yang dibangun pada tahun 1853 dan merupakan peninggalan sejarah kolonial Belanda.
"Bangunan ini sangat kokoh dan terawat hingga saat ini. Bangunan ini bernilai dan memiliki nilai sejarah sehingga dijadikan bangunan cagar budaya. Sedangkan bangunan Pendopo dibangun sejak tahun 1901, dengan gaya arsitektur neoklasik. Pendopo ini sering digunakan acara-acara besar seperti pada kesempatan ini. Para peserta tidak hanya mengikuti GLF 2018, tetapi dapat sekaligus wisata sejarah yang terawat sampai saat ini," tuturnya.
Untuk diketahui, GLF 2018 adalah pertemuan 84 negara yang akan membahas berbagai persoalan pertanahan, reforma agraria, pembangunan pedesaan dan masyarakat adat. Kegiatan ini diadakan di Gedung Merdeka, Bandung pada 24-27 September 2018.
Sementara, Kabupaten Lebak dipilih untuk kunjungan lapangan pada tanggal 21-23 September 2018. Setidaknya ada empat lokasi yang akan dikunjungi puluhan peserta dari berbagai perwakilan negara tersebut, salah satunya Hutan Adat Cepak Maranti, Kasepuhan Karang, Desa Jagaraksa, Kecamatan Muncang.
Dikatakan Iti, pemilihan tempat pelaksanaan GLF 2018 di Kabupaten Lebak adalah pilihan yang sangat tepat. Sebab ia memastikan, masyarakat Lebak terkenal dengan keramah tamahannya dan sangat senang kedatangan tamu serta selalu menyambutnya selayaknya saudara sendiri.
"Para peserta tidak perlu merasa cemas dan khawatir akan gangguan radikalisme dan terorisme seperti isu global yang sedang ramai dibicarakan dunia saat ini. Kami menjamin pelaksanaan GLF ini akan berlangsung dengan lancar, aman dan tertib," pungkasnya. (Gun/TN3)