TitikNOL - Hari ini, berpuluh tahun yang lalu, berkobar sebuah peristiwa besar yang terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Sebuah peristiwa heroik masyarakat Jawa Barat, khususnya warga Kota Bandung, dalam mempertahankan kemerdekaan.
Sebuah peristiwa yang kini lebih kita kenal sebagai Bandung Lautan Api.
Bandung Lautan Api adalah sebuah peristiwa dimana warga kota, yang berada di bagian utara kota Bandung kemudian menyingkir ke daerah Bandung Selatan, dengan membakar seisi kota yang berada diwilayah utara. Warga bersama Tentara Republik Indonesia (kini TNI) membumi hanguskan seisi kota agar tak jatuh ke tangan Sekutu.
Jika kota tidak dibakar, TRI (sebelumnya TKR) dan warga kota khawatir kota Bandung akan dijadikan markas strategis oleh tentara Sekutu dan NICA Belanda. Dengan terbakarnya kota, otomatis pihak Sekutu dan Belanda pun tidak bisa menggunakan Kota Bandung sebagai basis ataupun markas mereka.
Peristiwa Bandung Lautan Api sendiri di picu oleh kedatangan tentara Inggris dari Brigade McDonald, untuk melucuti senjata tentara Jepang, pada tanggal 12 Oktober 1945. Namun senjata-senjata bekas tentara Jepang ini banyak yang jatuh ke tangan rakyat. Tentara Inggris, kemudian meminta agar seluruh senjata yang ada pada rakyat hasil rampasan ini, kecuali TKR dan Polisi agar segera dilucuti.
Tak hanya soal pelucutan senjata, pasukan Sekutu dibawah pimpinan Inggris ini kemudian membebaskan tentara belanda dari tawanan Pejuang Indonesia. Tentara Belanda yang baru bebas ini kemudian membuat kekacauan dan mengganggu keamanan warga kota. Melihat kondisi kota yang seperti ini Tentara Keselamatan Rakyat atau TKR pun tidak tinggal diam.
Pada tanggal 20 Oktober 1946, TKR bersama badan pejuang yang ada di Kota Bandung, kemudian melancarkan serangan ke basis-basis tentara Inggris. Markas tentara Inggris yang ada di wilayah utara kota, termasuk Hotel Homman dan Preanger tidak luput dari gempuran TKR. Sejak itu, selama berbulan-bulan pertempuran sengit antara pejuang Indonesia dan tentara sekutu sering terjadi.
MacDonald yang memimpin pasukan Sekutu kemudian mengultimatum Gubernur Jawa Barat, agar warga kota dan pasukan bersenjata mengosongkan wilayah utara Kota Bandung. Ultimatum pihak sekutu inilah yang kemudian membuat Tentara Republik Indonesia lalu melancarkan operasi "bumi hangus" karena tidak rela jika Kota Bandung jatuh ke tangan Sekutu dan NICA.
Persetujuan operasi bumi hangus sendiri diambil dalam musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoeangan Priangan atau MP3, bersama seluruh kekuatan pejuang-pejuang Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946.
Sejak hari itu juga, menjelang malam iring-iringan besar penduduk kota, bersama Tentara Republik Indonesia dan pejuang lainnya, bergerak dari utara kota menuju ke daerah pegunungan di selatan kota Bandung. Hanya dalam waktu 7 jam sekitar 200.000 warga kota meninggalkan rumah-rumah mereka dan membakar seisi kota.
Asap hitam membubung tinggi, disertai padamnya aliran listrik di seluruh penjuru kota, pihak Sekutu pun mulai melakukan penyerangan, hingga pertempuran pun tak bisa dihindarkan. Pertempuran paling sengit terjadi di Desa Dayeuhkolot, diselatan Bandung, yang mana disana juga terdapat gudang amunisi terbesar bekas tentara Jepang, yang dikuasai Sekutu.
Dalam pertempuran itu, dua anggota Milisi Barisan Rakjat Indonesia, yaitu Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, mendapat tugas untuk menghancurkan gudang amunisi sekutu. Keduanya kemudian masuk dan meledakan gudang amunisi dengan granat, ledakan hebat pun terjadi dan gudang amunisi milik sekutu terbakar dengan dahsyat.
Malam itu Kota Bandung benar-benar terbakar hebat, dari Cicadas hingga Cimindi, kobaran api merah membara, menerangi malam yang gelap gulita. Meledaknya gudang amunisi milik Sekutu ini telah menambah kebakaran bertambah dahsyat, dan menjadikan Kota Bandung makin tenggelam dalam lautan api. Malam itu menjadi bukti sejarah, bahwa warga Kota Bandung tak takut mati melawan penjajah.
Dua anggota Milisi Barisan Rakjat Indonesia ini sendiri tidak sempat menyelematkan diri, mereka turut terbakar di gudang amunisi dan gugur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Saat ini nama Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, diabadikan sebagai nama jalan di Kota Bandung.
Istilah Bandung Lautan Api sendiri pertama muncul di koran Soeara Merdeka tanggal 26 Maret 1946, seorang wartawan muda Atje Bastaman, yang menyaksikan terbakarnya Kota Bandung kemudian menuliskan Bandoeng Djadi Laoetan Api yang kemudian diralat menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Peristiwa ini pula yang menginspirasi terciptanya lagu nasioanal, Halo-Halo Bandoeng. Peristiwa Bandung Lautan Api sendiri biasa diperingati setiap menjelang tanggal 24 Maret, atau tanggal 23 Maret malam hari. hingga saat ini masyarakat kota Bandung masih memperjuangkan agar peristiwa ini dijadikan sebagai peristiwa nasional. (Net/Rif)