CILEGON, TitikNOL - Pabrik pengolahan sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) akan dibangun di area Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, Kota Cilegon.
Pembangunan pabrik olahan sampah menjadi bahan bakar campuran pembangkit listrik itu, hasil kolaburasi antara Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon dengan PT Perusahaan Listri Negara (PLN).
Penandatanganan MoU BBJP pengolahan sampah melalui pembangunan BBJP Plant Bagendung Cilegon, akan dilakukan 30 Juni mendatang di Bali.
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengaku sudah menerima undangan untuk penandatangan MoU yang akan dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri ESDM Arifin Tasrif tersebut.
“Cilegon akan mendapatkan bantuan berupa bangunan pabrik di Bagendung,” kata Helldy kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (23/6/2022).
Helldy menjelaskan, bangunan pabrik pengolahan sampah menjadi BBJP itu akan menelan anggaran Rp10 miliar dan seluruh biaya pembangunan itu sepenuhnya ditanggung oleh PLN.
Dengan demikian, Kota Cilegon akan memiliki pabrik pengolahan sampah menjadi BBJP tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Helldy, Kota Cilegon menjadi satu-satunya Kota yang diundang dan akan melakukan MoU yang dilaksanakan di Bali tersebut.
Lebih lanjut Helldy menjelaskan, hal itu bisa menjadi solusi bagi pemerintah dalam menyikapi persoalan sampah yang kerap menumpuk di Kota Baja.
Terlebih menurut Helldy, dengan adanya MoU itu pemerintah tidak perlu repot menyiapkan anggaran khusus untuk pembangunan pabrik.
Dengan kata lain, pemerintah bisa menghemat anggaran dan mempokuskan anggara itu untuk kepentingan masyarakat lainnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Niaga PT Indonesia Power (IP) Harlen mengatakan, selain dihadiri dua Menteri, penandatangan MoU itu juga akan disaksikan oleh jajaran direksi PT PLN dan PT IP, serta dua orang menteri.
“Kota Cilegon beberapa langkah lebih maju,” ujarnya.
Menurut Harlen, hal itu dilakukan dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan bahan baku biomassa baik untuk program cofiring biomassa PLTU maupun pengembangan Pembangkit Bioenergi.
“Kolaborasi dengan stakeholder terkait untuk membangun rantai pasok penyediaan biomassa sangat diperlukan. Melalui diskusi lintas antara pembeli, pengembang, pemasok, akademisi dan regulator guna membangun kesamaan pemahaman terkait kebutuhan dan kemampuan pasok serta tantangan dalam penyediaan bahan baku biomassa diharapkan mampu mengurai permasalahan dalam menjaga kesiapan pasokan bahan baku biomoasa dalam jangka panjang,” jelasnya. (Ardi/TN3).