SERANG, TitikNOL - Penggugat persoalan Bank Banten Ojat Sudrajat mengungkapkan, ada dugaan potensi kerugian Rp179 miliar dari dampak penjualan aset debitur dari Bank Banten ke BJB.
Menurutnya, aset yang dijual berupa debitur ASN Pemprov Banten berjumlah 2.500. Kemudian aset tersebut dijual dengan harga Rp509 miliar. Namun pada kenyataanya, aset utama yang notabenenya cenderung lancar diduga hanya dinilai sebesar Rp330 miliar.
Berdasarkan bukti dokumen yang dimilikinya, hingga kini Banten Banten baru menerima dana dari penjualan aset itu sebanyak Rp199 miliar. Sehingga hal itu menimbulkan kerugian Rp197 miliar.
Bahkan saat ini, masih ada proses yang sedang berlangsung untuk 6 ribu debitur PNS Pemprov Banten yang diduga juga akan dijual oleh Bank Banten ke Bank BJB termasuk para anggota DPRD Provinsi Banten.
"Diduga Bank Banten telah menjual Asetnya kepada BJB, aset yang diduga dijual berupa kredit ASN Pemprov Banten, dimana atas 2,500 Debitur yang diduga nilainya sebesar Rp 509M hanya dinilai sebesar Rp 330M dan diduga dananya sudah diterima sebesar Rp 199M, sehingga diduga ada potensi kerugian sebesar Rp 179M," katanya kepada TitikNOL, Senin (29/06/2020).
Baca juga: Kredit ASN Banten Senilai Rp515 M Dialihkan ke BJB, Bank Banten Obral Aset?
Ia menuturkan, penjualan asset Bank Banten yang semula menggunakan Cessie berubah menjadi penjualan aset. Hal itu diketahui tidak adanya akta otentik atau akta dibawah tangan dari PNS Pemprov Banten tentang pengalihan hutangnya ke Bank BJB, yang ada hanya Surat Kuasa pemotongan gaji ASN.
"Kami memiliki bukti bahwa atas piutang PNS Pemprov Banten yang sebelumnya di Bank Banten diminta membuat surat Kuasa Pemotongan Gaji kepada Bank BJB KCK Banten, yang diduga diketahui oleh Bendahara Pengeluaran dan Kepala Biro atau Kepala Dinas di masing-masing OPD," tuturnya.
Di samping itu, pihaknya mengkritik kebijakan Gubernur Banten Wahidin Halim tentang akan menyertakan konversi Kasda sebesar Rp1,9 triliun menjadi modal bagi Bank Banten.
Keputusan itu dinilai menjadi ongkos mahal yang harus dibayar, akibat dari mis managemen di Bank Banten dan PT. BGD serta tidak disetorkannya sisa modal sebesar Rp335 miliar.
Sehingga, masyarakat Banten secara tidak langsung menanggung akibatnya. Dimana dalam rangka penyehatan Bank Banten, Pemprov Banten harus menambah sekitar Rp1,565 triliun untuk modal Bank Banten.
"Patut diduga dana Kasda Rp1,9T tersebut, bukanlah uang tunai melainkan diduga sudah berupa aset di Bank Banten. Untuk itu Pemprov Banten dan Manajemen Bank Banten serta PT. BGD harud menjelaskan ke publik dana Kasda Rp1,9T tersebut apakah berbentuk Fress Money atau asset?," tegasnya.
Sementara itu, salah satu debitur ASN Pemprov Banten yang tidak ingin disebutkan namanya, membenarkan adanya potongan otomatis pacsa pemindahan aset dari Bank Banten ke BJB.
"Punya (kredit di Bank Banten), (nerima gaji pertama dari BJB) langsung otomatis (di potong). Ada bukti potongannya. saya anggap sudah biasa lah punya hutang soalnya," terangnya.
Ia menyebutkan, tidak ada pemberitahuan untuk pemotong gaji baik dari Bank Banten maupun BJB. Informasi pemotongan gaji itu ada setelah gaji kedua turun setelah debitur aset pindah ke BJB.
"Saya kira mereka sudah kerjasama. Kalau dipotong mah dipotong, semua dipotong ASN mah bukan hanya saya. Saya dapat informasi dari bendahara dipotong langsung. Jumlah potongan sama persis sama," ungkapnya. (Son/TN1)