Gelar Nasi Bungkus di Kejati, Mahasiswa Tuding Anggaran JPS di Kota Serang Jadi Bahan Bacakan

Aksi unjuk rasa Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Pengawal Anggaran (Jala) Corona di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. (Foto: TitikNOL)
Aksi unjuk rasa Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Pengawal Anggaran (Jala) Corona di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. (Foto: TitikNOL)

SERANG, TitikNOL - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Pengawal Anggaran (Jala) Corona menggelar aksi unjuk rasa meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk menindak tegas dugaan anggaran Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Kota Serang.

Pasalnya, dalam JPS Kota Serang yang berbentuk barang pokok seperti beras, mie dan sarden itu terindikasi adanya skandal bancakan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai barang yang disalurkan dengan pagu anggaran yang ada.

Salah satu massa aksi, Arif mengatakan, bantuan JPS untuk masyarakat di Kota Serang tidak sepenuhnya diberikan kepada rakyat yang terdampak Covid 19. Faktanya, Inspektorat menemukan temuan senilai Rp1,9 miliar kelebihan bayar untuk pihak penyedia barang.

Hal ini sudah mengindikasikan bahwa, anggaran JPS digunakan bancakan oleh oknum-oknum tertentu. Sehingga peristiwa ini melukai hak-hak rakyat. Dengan adanya kejadian ini, mereka menuding Pemerintah Kota (Pemkot) Serang tidak serius dalam menyalurkan bantuan.

"Bantuan untuk masyarakat yang senilai Rp200 ribu ternyata tidak sampai sepenuhnya terhadap rakyat. Betulkah ada Rp1,9 miliar yang tersisa, betulkah tidak ada lagi dari sisa anggaran untuk penanganan covid 19, ini perlu kita kawal kawan-kawan karena ada kemungkinan lebih banyak lagi," teriaknya saat aksi di depan Kejati Banten, Rabu, (03/06/2020).

Ia menghintung, bantuan JPS yang nilainya Rp200 ribu hanya sampai pada rakyat kira-kira senilai Rp150 ribu saja. Sehingga, terindikasi adanya penyelewengan anggaran sebesar Rp 2,5 miliar setiap bulan. Jika ditotal 3 bulan, maka penyelewengan anggaran diperkirakan mencapai Rp 7,5 miliar.

"Inspektorat menemukan adanya kelebihan bayar sebesar Rp1,9 miliar untuk pembayaran 3 bulan. Temuan dari Inspektorat selisih jauh dari perkiraan masyarakat yakni Rp7,5 miliar. Timbul pertanyaan, mengapa bisa ada kelebihan bayar sebesar Rp 1.9 miliar? Patut diduga, pihak Pemkot Serang dalam hal ini Dinsos berupaya untuk melakukan mark up anggaran sebesar Rp1,9 miliar dalam pengadaan JPS itu," terangnya.

Pihaknya membandingkan, bahwa dalam data pemeriksaan Inspektorat disebutkan harga pasaran satu liter beras seharga Rp 12.800, hanya selisih Rp 200 dari pagu anggaran yaitu Rp 13.000. Total kelebihan bayar untuk pengadaan beras sebanyak 1.500.000 liter yaitu Rp 300.000.000.

Sedangkan, jika mengacu pada data refocusing anggaran Kota Serang, pengadaan beras stok pangan di Dinas Pertanian untuk satu liter seharga Rp 10.453. Terdapat selisih yang cukup jauh dengan pagu anggaran Dinsos maupun harga pasar yang ditentukan oleh Inspektorat.

"Jika mengacu pada harga satuan liter beras Dinas Pertanian, maka dipastikan kelebihan bayar yang terjadi pada pengadaan beras mencapai Rp 3.8 miliar. Untuk kelebihan pembayaran beras saja sudah dua kali lipat dari temuan Inspektorat, belum lagi jika ditambah dengan kelebihan bayar pada pengadaan sarden dan mi instan," jelasnya.

Baca juga: Ada Dugaan Markup Rp1,9 Miliar, Tanggung Jawab Kebijakan Bantuan JPS Saling Lempar

Selain itu, pihaknya juga menduga ada penyelewengan dalam hal aturan atau prosedur. Mengingat, SE LKPP nomor 3 tahun 2020 huruf b point 3 diatur bahwa untuk pengadaan barang, PPK harus melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima. Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka atau setelah barang diterima.

Akan tetapi pada pelaksanaannya, Pemerintah Kota Serang ternyata melakukan pembayaran keseluruhan di muka. Bukti itu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Inspektorat yang menemukan Rp 1,9 miliar merupakan hasil dari penelusuran pembayaran Rp 30 miliar anggaran JPS selama 3 bulan. Padahal saat itu Pemerintah Kota Serang baru menyalurkan JPS tahap pertama.

"Jika dilihat, hal ini jelas permainan yang sengaja diatur oleh oknum-oknum yang ada di Pemerintah Kota Serang, agar bisa bancakan anggaran yang seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat yang sedang menderita akibat Covid-19. Pihak penyedia yakni PT Bantani Damir Primarta sangat diuntungkan," tegasnya.

Maka, para mahasiswa menuntut Kejati Banten untuk mengusut tuntas skandal JPS di Kota Serang, Kejati Banten harus turun tangan awasi anggaran Covid-19 (JPS) di Kota Serang dan di daerah lainnya.

Sementara, dalam aksinya para mahasiswa membentangkan spanduk yang berisi tuntutan. Selain itu, mereka juga menggelar empat bungkus nasi sebagai simbol ada dugaan bancakan dalam JPS di Kota Serang. (Son/TN1)

Komentar