TANGERANG, TitikNOL - Kenaikan harga kacang kedelai membuat sejumlah pengrajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok operasi. Aksi yang dilakukan dengan berhenti memproduksi itu telah dilakukan sejak 31 Desember 2020 hingga Minggu (3/1/2021).
Aksi mogok beroperasi memproduksi tersebut sudah dilakukan oleh para pengrajin tahu dan tempe di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek), Sabtu (2/1/2020).
Aksi mogok produksi tersebut tampaknya dirasakan oleh salah satu pedagang kecil tahu-tempe, Tarjumi (60). Pedagang yang telah menggeluti profesinya puluhan tahu, itu kini mengaku tak ada pemasukan lantaran dipicu kenaikan harga kedelai.
"Dampak mogok selama tiga hari ini sangat jelas, karena ini saya nganggur dan tidak ada pemasukan apa-apa. Kita sebagai pedagang kecil supaya pemerintah mengerti apa yang dirasakan pedagang kecil, kami berharap pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai, kalau bisa kembali lagi melalui Bulog," ungkap Tarjumi.
Ketua Umum Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia, Haryanto mengaku, tak sedikit para pengrajin yang tergabung dalam organisasinya banyak yang gulung tikar akibat dari kenaikan harga kedelai.
Pengrajin tahu dan tempe asal Pekalongan yang kini tinggal di Tangerang itu berharap kepada pemerintah, untuk bisa menekan kembali harga kedelai seperti semula.
"Dengan adanya kenaikan harga kacang kedelai import yang sangat tinggi dari Rp7.000, kini berubah menjadi Rp9.500 per kilonya telah menimbulkan keresahan. Lonjakan harga ini akan memicu para pengrajin gulung tikar. Kami berharap kepada pemerintah bisa menstabilkan kembali harga seperti semula," ucap Haryanto.
Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengerajin tahu Indonesia (SPTI), Fajri Safii kepada wartawan menyampaikan, aksi mogok produksi tersebut dilakukan lantaran dipicu oleh kenaikan harga kedelai yang melonjak hingga 35 persen.
Menurut Fajri, saat ini lonjakan harga kedelai mencapai kisaran Rp9.000 sampai Rp10.000. Harga kedelai pada sebulan sebelumnya, kata Fajri, yakni Rp7.000 sampai Rp7.500.
"Kenaikan harga kedelai ini menyebabkan para pengrajin tahu mogok produksi, karena pengrajin tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal," terang Fajri Safii.
Terkait lonjakan harga kedelai itu, Fajri menilai bahwa pemerintah seperti diam saja dan tidak mengambil tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai. Bahkan pihaknya menduga, dalam kenaikan harga kedelai banyak kartel yang bermain.
"Kalau melihat Peraturan Menteri Perdagangan nomor: 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang ketentuan import kedelai dalam rangka stabilitas harga kedelai. Peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru yang menyebabkan seseorang importir lama semaunya menetukan harga, dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat," ungkap Fajri.
Pantauan wartawan, aksi mogok produksi tersebut ditandai dengan menandatangani sebuah petisi yang dilakukan oleh puluhan perwakilan organisasi gabungan pengusaha dan pengrajin tahu dan tempe Se-Jabodetabek dengan kesepakatan menolak kenaikan harga kacang kedelai. (Don/TN1)