SERANG, TitikNOL – Mahasiswa menilai penetapan tersangka terhadap enam buruh akibat aksi demontrasi menduduki ruang kerja Gubernur Banten, bagian dari kemunduran demokrasi.
Apalagi, penetapan tersangka itu diawali dengan pelaporan dari kuasa hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Hal itu seolah mengindikasikan kepemimpinan saat ini anti kritik.
Mengingat jika ditarik benang merah persoalannya, penyebab meluapnya aksi buruh adalah gaya komunikasi Gubernur Banten. Terlebih berdasarkan informasi yang sudah tersebar di media massa, buruh mengaku tidak pernah ditemui Gubernur Banten saat melakukan demontrasi.
Ditambah, ada lontaran dari Gubernur Banten meminta pengusaha mengganti pekerja yang tidak setuju dengan UMP atau UMK 2022 yang telah ditetapkan.
“Demonstrasi berujung penangkapan merupakan kemunduran demokrasi, sudah cacat demokrasi dan menjadi kali pertama seorang pemimpin melaporkan masyarakat pasca reformasi 98,” kata Koordinator Umum Komunitas Soedirman 30, Jhodi Fauzi, Kamis (30/12/2021).
Jhodi berpendapat, pelaporan buruh kepada aparat penegak hukum bagian dari sikap arogani Gubernur Banten kepada rakyatnya. Padahal jika buruh diberikan kesempatan dialog, kejadian menduduki ruang kerja Gubernur Banten diprediksi tidak akan terjadi.
“Ini menjadi arogansi Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten yang tidak seharusnya berikap seperti itu. Wahidin Halim bisa berkomunikasi dengan baik kepada buruh melalui audiensi, agar bisa menemukan titik terang dari persoalan yang terjadi,” ungkapnya.
Untuk memulihkan kondusifitas, pihaknya menuntut Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya untuk mencabut laporan tersebut dan mengedepankan perdamaian. Selain itu, gubernur juga diminta minta maaf atas stetmennya yang dianggap sudah melaukai hati buruh.
“Kami menuntut Wahidin Halim dan kuasa hukumnya mencabut laporan atas 6 buruh. Wahidin meminta maaf kepada seluruh buruh di Banten, atas statement yang telah menyinggung perasaan buruh,” tegasnya. (TN3)