SERANG, TitikNOL - Pinjaman daerah senilai Rp4,1 triliun menjadi 'batu sandungan' bagi pembangunan di Provinsi Banten. Mengingat, utang itu diberikan ketentuan bunga sebanyak 6 persen.
Atas hal itu, Gubernur Banten Wahidin Halim didesak untuk membatalkan pinjaman. Selain akan membebankan APBD, hal itu dinilai bertentanan dengan motto pendirian Provinsi Banten yaitu Iman dan Takwa.
"Riba itu sudah jelas dilarang. Harusnya menghindari hal yang meragukan. Bagi sebagian orang riba itu meragukan dan sebagian orang mengharamkan. Saya nggak menolak uangnya, tapi menolak ribanya," kata Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pimpinan Wilayah (PW) Provinsi Banten, Boyke Pribadi.
Boyke menyebutkan, sebaiknya Pemprov Banten meminjam uang kepada lembaga yang tidak menentukan bunga, seperti dari waqaf produktif. sehingga, Gubernur tidak pusing memikirkan utang yang membengkak karena bunga. Di sisi lain, pembangunan akan berjalan sesuai RPJMD.
"Kalau ada bunga janganlah, karena Provinsi Banten Iman dan Takwa, harus menjaga identitas itu. Dari mana pinjaman nggak pakai bunga? Carilah pinjaman dari waqaf. Ada dana waqaf produktif," terangnya.
Selain itu, pihaknya menekankan agar pembangunan proyek wajib melibatkan masyarakat lokal. Agar, tidak ada kebocoran regional dari anggaran Pemprov Banten. Ditambah, warga dapat memilili pendapatan di tengah pandemi Covid-19.
""Kalau insfratuktur bagus, ekonomi jalan. Kalau yang ngerjainnya masyarakat nanti dapat duit. Jadi pemerintah buat proyek fisik supaya masyarakat punya kerjaan dan pendapatan. Harus melibatkan sebanyak mungkin pekerjanya masyarakat setempat. Gubernur harus menghimbau pengusaha agar menggunakan pelerja lokal. Jadi nantinya tidak terjadi kebocoran regional, uang dari Banten tapi beredar di luar," paparnya.
Namun yang menjadi masalah saat ini, Pemprov Banten telah terlanjur melakukan tender program yang di danai dari pinjaman daerah. Sedangkan, PT. SMI hingga kini belum menyalurkan dananya. Dalam hal ini, Gubernur Banten wajib bertanggungjawab atas kebijaknya yang akan merugikan para pengusaha.
"Iya itu bahaya itu, sudah keluar duit pengusahanya. Tergantung pengelolaan tadi. Pinjaman nggak bisa di lihat juga, kalau bisa mengelola bagus, bagus perkembangan," tukasnya. (SON/TN1)