Minggu, 13 Oktober 2024

Ngotot Tak Keluarkan Rekomendasi, Terdakwa Sebut Penerima Hibah Ponpes 2020 Ditetapkan Gubernur

Suasana persidangan kasus korupsi Hibah Ponpes di PN Serang. (Foto: TitikNOL)
Suasana persidangan kasus korupsi Hibah Ponpes di PN Serang. (Foto: TitikNOL)

SERANG, TitikNOL - Persidangan kasus korupsi dana hibah Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020 terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Kamis (16/12/2021).

Kali ini, agenda persidangan dengan menghadirkan lima saksi mahkota sekaligus. Mereka diminta keterangan soal keterlibatan dalam kasus tersebut.

Kepada Majelis Hakim, terdakwa Irvan Santoso mengaku tidak pernah membuat rekomendasi penerima hibah untuk Ponpes di tahun anggaran 2020.

Alasannya, tidak ada pengajuan proposal tentang permintaan hibah dari Ponpes. Selama ini yang ada adalah pengajuan dari Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP).

Ia menyebutkan, jumlah Ponpes penerima hibah yang diajukan FSPP sebanyak 3.926. Tetapi, terdakwa tidak menyetujuinya lantaran ada beberapa mekanisme yang belum ditempuh, seperti terdaftar di E-hibah.

"Kalau direkomendasi berarti harus ada 3926 rekomendasi, harus ada 3926 proposal," ujarnya.

Di sisi lain, pihaknya juga pernah memiliki masalah dengan FSPP ihwal laporan pertanggungjawaban (LPJ) penerima hibah pada tahun 2018. Mengingat, masih ada 563 Ponpes yang tidak ada LPJ.

Atas persoalan itu, dirinya pernah dipanggil gubernur seolah dianggap tidak ingin merealisasikan pengajuan hibah Ponpes.

"Karena kewajiban kami memonitor, maka laporan sudah sesuai format. tapi kami ingin seluruh ponpes menyampaikan LPJ hibah 2018 itu. Tapi 563 (Ponpes) di 22 Januari ada yang tidak menyampaikan LPJ. Sehingga ketika FSPP mengajukan (hibah) lagi, kami tagih dulu (LPJ-nya)," katanya.

Ia menceritakan, pada sekitar Januari 2020 didesak untuk menjadi patokan Ponpes mendapat hibah. Padahal, mekanisme pengajuan belum ditempuh.

Tetapi, karena Ponpes menjadi atensi gubernur, hibah itu harus bisa dilaksanakan bersamaan dengan acara Musyawarah Besar (Mubes) FSPP pada 8-10 Januari 2020.

"Saya tidak bisa mengeluarkan rekom tanpa proposal. Tiba-tiba Januari itu djadikan patokan mendapat hibah 2020, tidak ada klarifikasi kepada kami," ungkapnya.

Tidak hanya itu, terdakwa irvan juga mengaku didatangi sekretaris TAPD Mahdani atas perintah gubernur dengan membawa ketetapan nama-nama Ponpes penerima hibah dan nota dinas dari Sekda Banten.

"Pak Mahdani membawa perintah dari gubernur 8-10 januari 2020 akan dilaksanakan Mubes FSPP. Waktu itu memerintahkan agar memproses hibah pesantren 2020. Waktu itu kami langsung disodorkan nama (Ponpes penerima hibah), itu kami baru tahu nama Ponpes ditetapkan gubernur sebagai penerima hibah," paparnya.

"Pak Mahdani juga membawa nota dinas sekda. Di sini pemberitahuan Ponpes sebagai penerima di 2020," tambahnya.

Ia menerangkan, tidak diberikannya rekomendasi karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. ihaknya pernah mengusulkan agar hibah bisa diberikan di APBD Perubahan 2020, agar memiliki waktu dalam melakukan verifikasi dan menjalankan ketentuan yang ada.

"Saya tidak punya kewenangan meskipun ada rkeom, yang punya kewenangan gubernur. Cuma saya sudah ingatkan, saya dengan pak Toton sudah membuat bisa diproses di APBD Perubahan sehingga ada waktu untuk verifikasi dan bisa upload yang bersangkutan ke e-hibah," terangnya.

Selain itu, Irvan bercerita Gubernur Banten pernah berpidato di apel agar APBD 2020 bisa dimulai sejak Januari. Bagi yang tidak melaksanakan akan dijadikan staf.

Kebijakan itu rupaya tidak main-main. Pada 16 Januari 2020, Irvan harus hengkang dari jabatannya sebagai Kepala Biro Kesra dan menjadi staf biasa di lingkungan Pemprov Banten.

"2 Desember (2019), gubernur di apel Pemprov Banten bahwa untuk APBD 2020 harus dimulai dari Januari (2020), apabila ada OPD yang tidak menaati perintah gubernur, akan dipindahkan jadi staf biasa. 16 Januri saya diberhentikan dari Kabiro Kesra," jelasnya. (TN3)

Komentar