SERANG, TitikNOL - Bagi sebagian orang, limbah kayu palet tak begitu berarti. Namun di Sanggar Jati Belanda Garasi Kapal, limbah petik kemas itu disulap menjadi berbagai furnitur bernilai seni tinggi.
Banten merupakan sebuah provinsi yang memiliki belasan ribu industri besar. Kondisi ini berdampak terhadap pada melimpahnya limbah kayu palet dari berbagai negara. Mayoritas kayu-kayu tersebut berjenis kayu pinus atau lebih dikenal dengan sebutan jati belanda.
Tersedianya bahan baku yang melimpah ini menjadi alasan dirintisnya usaha furnitur berbahan baku kayu berserat unik tersebut.
Selain bentuknya yang unik dan bisa memberikan kesan artistik, kini banyak kalangan mulai bosan dengan berbagai jenis perabotan rumah produksi pabrikan. Bahan baku kayu berbahan limbah dengan harga yang kompetitif menjadi alternatif dengan berbagai kelebihannya.
Dijumpai di Workshop Garasi Kapal, Adam Adhary Abimanyu, owner usaha kreatif itu mengaku tertarik menekuni usaha itu lantaran peluang masih terbuka lebar.
“Banyak alasan kenapa saya menggeluti usaha ini. Selain bahan baku yang cukup melimpah, masyarakat saat ini juga tengah menggandrungi hasil kreativitas. Jati Belanda saat ini tengah booming dan mendapat respon lumayan tinggi,” ujar Adam, dijumpai di bilangan Banjarsari Permai, Cipocok Jaya, (22/8/2018) kemarin.
Dikatakan Adam, banyak sekali varian yang diproduksi di Workshopnya tersebut. Dari mulai berbagai jenis meja, kursi, rak dinding hingga kitchen set, juga berbagai karya seni kreativitas dengan cara di-burning (pembakaran, red).
“Lukisan dan quotes-quotes inspirasi ini di lukis menggunakan pena api. Dan hasilnya begitu artistik,” katanya.
Menurut Adam, peluang usaha ini terbuka lebar, lantaran Banten merupakan daerah industri, yang mendorong melimpahkanya limbah palet impor tersebut. “Banyak sekali kelebihan dari limbah palet jati belanda ini. Karena ini kayu-kayu impor dipastikan akan melewati control yang ketat. Kadar airnya pasti rendah karena telah melewati sistem oven yang cukup, dan dihasilkan dari negara-negara non tropis. Meskipun sama-sama pinus tapi berbeda dengan yang dihasilkan di negara kita, yang tinggi kadar airnya,” jelas Adam.
Karena itu pula, Banten menjadi buruan para perajin furnitur jati belanda dari berbagai daerah lain. Bukan hanya di wilayah Jawa, namun juga hingga ke luar jawa. “Daerah lain sudah lebih awal memanfaatkan limbah ini, sementara di Banten sendiri kurang. Ke depan saya berharap pemerintah juga bisa memfasilitasi kemudahan bahan baku ini. Sebab, sekarang bahan baku dijual ke Jawa Tengah hingga ke Bali," ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, dengan hadirnya IKM di wilayahnya, setidaknya bisa membuka lapangan kerja baru bagi warga sekitar. "Jenis furnitur jati belanda sedang digandrungi. Anak-anak muda pun dituntut kreatif. Banyak nilai positif ketika para pemuda terlibat dalam IKM yang mengedepankan kreativitas ini. Paling tidak Garasi Kapal menjadi solusi dalam menekan angka pengangguran," katanya.
Saat ditanya soal omzet, perusahaan yang dirintisnya pada November 2017 itu diakui menunjukkan nilai positif. Kendati pemasaran baru sebatas lewat media sosial, tetapi pesanan selalu datang.
"Kalau omzet per bulan Alhamdulillah terus naik, awalnya hanya sekitar Rp10 jutaan, sekarang sudah empat kali lipatnya. Mudah-mudahan semakin tumbuh," ucapnya.
Salah obsesinya, Adam ingin mengembalikan limbah-limbah itu ke negara asalnya dalam bentuk berbeda. “Mereka mengirim palet-palet peti kemas itu sebagai pembungkus barang impor. Saya justru terobsesi mengekspor kembali limbah itu ke Jerman, China, Jepang dan negara-negara lain dalam bentuk berbeda. Tentunya setelah disulap jadi furniture bernilai seni tinggi. Mudah-mudahan mimpi ini akan segera terwujud,” harapnya.
Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten bakal menjadikan Sanggar Kayu Garasi Kapal sebagai Industri Kecil Menengah (IKM). Hal itu terungkap setelah tim dari Disperindag mendatangi Workshop Garasi Kapal beberapa waktu lalu. Belum lama, Disperindag Banten juga menggandeng Garasi Kapal untuk melahirkan wirausaha-wirausaha baru dalam acara Bimtek Pengembangan Wirausaha Daerah Tertinggal di salah satu hotel di Kota Cilegon, Senin (13/8/2018) lalu.
Menurut Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Banten, Rudiansyah Thoib, jumlah wirausaha di Banten masih tergolong rendah dibanding daerah lain. Dari jumlah penduduk sekitar 11,5 juta jiwa di Banten, kata Rudiansyah, hanya 1 juta jiwa yang berwirausaha. Ratio itu masih rendah secara nasional. Untuk mendongkrak itu, Disperindag berupaya untuk mencetak calon wirausaha baru.
Salah satunya memberi pelatihan kepada calon wirausaha di daerah tertinggal dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada.
“Ini bentuk pelatihan pengembangan calon wirausaha baru khususnya didesa tertinggal. Jadi persoalan pengangguran bukan hanya menciptakan tenaga kerja saja, tetapi kita harus menciptakan usaha baru juga. Usaha baru kita harapkan tumbuh di segala sektor,” ujar Rudi.
Rudi menyatakan, rendahnya jumlah wirausaha di Banten dikarenakan masyarakat masih banyak memilih untuk bekerja di pabrik. Menurutnya, pola tersebut harus diubah. Oleh karena itu, peluang untuk menciptakan wirausaha harus terus didorong. (TN2)