Jum`at, 22 November 2024

Surat Suku Baduy ke Presiden Soal Dihapus dari Destinasi Wisata Dibantah

Ilustrasi Suku Baduy. (Dok: Kemendikbud)
Ilustrasi Suku Baduy. (Dok: Kemendikbud)

SERANG, TitikNOL – Ramainya pemberitaan soal Suku Adat Baduy yang meminta dihapus sebagai kawasan destinasi wisata, dibantah oleh sejumlah Tetua di Baduy.

Menurut Pemerhati Suku Adat Baduy, Uday Suhada, surat tersebut dinilai tidak akurat. Karena Suku Baduy bukan ingin dihapus dari destinasi wisata, melainkan merubah tujuan dari Objek Wisata Baduy menjadi Saba Budaya Baduy.

Alasannya kata Uday, Saba Budaya Baduy tujuannya bisa saling menghargai, menghormati dan saling menjaga serta melindungi adat istiadat masing-masing.

“Berita ini menghebohkan. Beberapa Jurnalis dan kolega menghubungi saya, mempertanyakan kebenaran surat tersebut. Saya lihat suratnya benar (benar adanya surat itu), tapi isinya salah. Pertama, Lembaga Adat Baduy tidak pernah memberikan Surat Mandat kepada siapapun untuk berkirim surat kepada Presiden RI. Kedua, dua tuntutan di atas juga tidak benar,” katanya dalam sebuah rilis kepada TitikNOL, Selasa, (7/7/2020).

Berdasarkan hasil obrolan dengan Jaro Saija, kata Uday, mereka tidak pernah memberikan Surat Mandat kepada siapapun untuk berkirim surat kepada Presiden RI. Yang menjadi keluhan Lembaga Adat Baduy selama ini adalah soal istilah Wisata Baduy atau destinasi wisata Baduy yang ingin diubah menjadi Saba Budaya Baduy.

Meski demikian, lanjut Uday, mereka tidak menutup diri dengan adanya kunjungan dari orang luar Baduy. Namun, yang paling penting, tidak melanggar adat istiadat yang telah diatur.

“Selasa siang, 7 Juli 2020, Jaro Saija, Jaro Pamarentah alias Kepala Desa Kanekes telepon saya. Saija menyampaikan, bahwa pengatasnamaan Lembaga Adat Baduy tidak benar. Demikian pula dengan dua tuntutan itu, salah,” ungkapnya.

“Baduy mereka bukan obyek wisata. Mereka bukan tontonan, tapi banyak tuntutan. Banyak hal justru kita harus belajar dari orang Baduy. Sebut saja soal Ketahanan Pangan, soal menjaga kelestarian lingkungan, soal kesederhanaan, soal kesenjangan sosial, soal antisipasi Pandemi Covid-19 yang nol kasus dan sebagainya,” terangnya.

Untuk itu, sambung Uday, para pihak semestinya turut serta dalam menjaga Komunikasi Adat Baduy, setidaknya tidak menganggap mereka sebagai obyek wisata.

Berdasarkan pengakuan orang Baduy, kata Uday, tuntutan yang sebenarnya ada 4 point. Maka untuk mengantisipasi persoalan serupa agar tidak terjadi lagi, kelak diperlukan sebuah lembaga Baduy Center atau Baduy Institut yang berperan untuk menjembatani kepentingan masyarakat Adat Baduy dan kepentingan pemerintah, jurnalis, peneliti serta masyarakat umum. (Son/TN1)

Komentar