TitikNOL - Pada dasarnya, pasangan suami istri dibolehkan melakukan hubungan seksual kapan saja. Tidak ada aturan tertentu yang melarang untuk melakukannya. Boleh dilakukan malam hari atau pun siang hari. Bahkan termasuk juga pagi dan petang.
Juga tidak ada larangan untuk melakukannya beberapa kali dalam sehari. Semua tergantung kebutuhan dari kedua belah pihak. Asalkan bukan saat harus melakukan salat wajib yang dikhawatirkan waktu akan habis. Atau dilakukan terlalu sering sehingga sampai meninggalkan kewajiban dan pekerjaan yang lebih penting dan bermanfaat.
Yang terakhir ini, tidak berlaku buat pengantin baru. Karena umumnya pengantin baru memang memerlukan waktu yang lebih intensif untuk berbulan madu. Bahkan ada larangan bila melakukannya terlalu jarang, sebab sebagai manusia, punya fitrah kebutuhan biologis yang tidak bisa dinafikan begitu saja. Dan untuk itu Allah Ta'ala mensyariatkan nikah. Salah satunya untuk menyalurkan kebutuhan paling asasi bukan spesies bernama manusia.
Bahkan para istri pasukan yang sedang perang diberi hak oleh khalifah Umar untuk mendapatkan layanan suaminya. Maka diperintahkan kepada pasukan untuk pulang dari medan perang dan tidak terlalu lama meninggalkan istri mereka. Adapun waktu khusus yang di dalamnya diharamkan hubungan suami istri, hanya ada beberapa saja, antara lain:
1. Saat Istri Sedang Haid
Diharamkan bagi suami melakukan hubungan suami istri pada saat istri sedang haid. Dan serupa dengan haid adalah nifas, menurut sebagian ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Ayat ini jelas sekali menerangkan haramnya bersetubuh dengan istri saat sedang mendapat haid. Yang dilarang sebenarnya jimak, bukan sekedar bercumbu. Percumbuan dengan istri pada saat haid, diboleh. Asalkan tidak sampai jimak. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata bahwa orang-orang Yahudi bila istri mereka mendapat haid tidak memberinya makan. Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Lakukan segala sesuatu dengan istrimu (yang sedang haid) kecuali jimak. (HR Muslim)
Bukan hanya membolehkan mencumbu istri saat sedang haid, namun beliau shallallahu 'alaihi wasallam sendiri juga telah melakukannya dengan Aisyah radhiallahu 'anha saat sedang mendapat haid. Namun beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan Aisyah mengenakan sarung saat bercumbu dengannya.
Dari Aisyah radhiallahu 'anha berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta aku memakai sarung, lalu beliau mencumbu diriku, padahal Aku dengan haid." (HR Bukhari dan Muslim)
2. Saat Sedang Berpuasa Ramadan
Puasa Ramadan hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita. Di antara larangan ketika sedang berpuasa Ramadan adalah melakukan hubungan suami istri pada siang hari. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
"Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 287)
Allah menegaskan di dalam ayat ini bahwa berhubungan suami istri di siang hari bulan Ramadan adalah pelanggaran terhadap hudud dari Allah. Biasanya, kalau Allah mengancam seseorang dengan dosa hudud, berarti dosa itu termasuk kabair, yaitu dosa besar. Buktinya, pelanggaran itu mewajibkan pelakunya membayar denda kaffarah yang teramat berat.
3. Saat Sedang Ihram
Pada saat sedang ihram baik untuk umrah atau pun untuk haji, seseorang diharamkan melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
"Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji." (QS. Al-Baqarah: 197)
Demikianlah beberapa momentum yang kita dilarang Allah Ta'ala untuk melakukan jimak (persetubuhan). Wallahu a'lam bishshawab.
Sumber: www.inilah.com