Oleh: Yenni Evita Purba
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Kimia / Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas : Universitas Sultan Ageng Tirtasya
Pada awal tahun 2020, dunia dilanda oleh virus Corona atau yang lebih dikenal dengan Covid-19. Adanya virus tersebut memberikan dampak yang luar biasa di setiap negara termasuk Indonesia. Virus Covid-19 mulai masuk ke Indonesia sejak Maret 2020. Virus tersebut mewabah di Indonesia hingga saat ini dan berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk pada sektor lingkungan. Untuk menghentikan penyebaran virus Covid- 19, pemerintah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kebijakan PSBB yang ditetapkan oleh pemerintah yang mengharuskan masyarakat berdiam diri di rumah dan melakukan pekerjaannya dari rumahnya masing-masing atau sering disebut Work From Home (WFH). Adanya kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Dengan diterapkan kebijakan tersebut, mobilitas masyarakat menjadi turun sehingga pemakaian transportasi umum menurun pula dan hal tersebut berdampak positif terhadap kualitas udara.
Hal tersebut dirasakan di banyak daerah termasuk Jakarta yang merupakan kota di Indonesia dengan tingkat polusi udara yang tinggi terlebih saat musim kemarau. Diketahui saat musim kemarau pada Juli 2019, kualitas udara di Jakarta termasuk dalam kategori tidak sehat. Aktivitas industri dan gas buangan dari kendaraan bermotor merupakan penyebab utama dari polusi udara. Berdasarkan data Bappenas 2009, kontribusi emisi dari kendaraan bermotor sebagai penyebab pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Polusi udara di Jakarta diukur berdasarkan tingkat konsentrasi PM10 dan PM2.5. Dengan adanya kebijakan pembatasan social yang mengharuskan masyarakat bekerja dari rumah, kualitas udara di Jakarta mengalami peningkatan yang signifikan. Tingkat konsentrasi PM10 dan PM2.5 pada bulan Maret 2020 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan Maret pada tahun sebelumnya.
Pandemi Covid-19 juga berdampak positif pada pemanasan global. Diketahui bahwa pada 2019 suhu bumi mencapai kondisi terpanas dalam sejarah. Sebelum adanya pandemi Covid-19, suhu bumi terus mengalami peningkatan dikarenakan konsentrasi gas rumah kaca yang tinggi. Suhu bumi yang terus meningkat menyebabkan es di kutub mencair sehingga menyebabkan naiknya permukaan laut yang akan memicu terjadinya bencana alam lain di dunia. Setelah adanya pandemi Covid-19, pemerintah di setiap negara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial. Mobilitas penduduk mengalami penurunan karena mereka diharuskan melakukan karantina di rumah.
Adanya kebijakan pembatasan sosial di berbagai negara mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi emisi gas CO2 hingga mencapai 17%. Hal tersebut memberi dampak positif terhadap pemanasan global. Selain itu, polusi udara di perkotaan juga mengalami penurunan dan langit juga menjadi terlihat lebih cerah. Polusi gas NO2 mengalami penurunan di beberapa daerah di berbagai negara seperti Wuhan, Cina, Italia, Spanyol, Inggris dan juga Indonesia.Di Cina, kualitas udara meningkat hingga 11,4%. Di New York, polusi udara berkurang hingga 50%. Di India, polusi gas NO2 mengalami penurunan hingga 71% dan di Indonesia, gas NO2 di Jakarta turun sekitar 40% dibandingkan tahun 2019.
Di Venesia, Italia adanya kebijakan saat pandemi mengakibatkan kualitas air di kanal-kanal menjadi lebih jernih karena terjadi penurunan wisatawan. Selain itu, kebijakan pembatasan sosial juga mengakibatkan turunnya polusi suara karena diberhentikannya pariwisata bahari. Menurunnya polusi suara mengakibatkan kehidupan makhluk hidup di lautan menjadi lebih tenang.
Dampak positif dari adanya kebijakan pembatasan sosial tersebut diperkirakan hanya dapat dirasakan untuk sementara waktu saja karena jika angka penyebaran virus Covid-19 mulai menurun, pemerintah mungkin akan melonggarkan kebijakan pembatasan sosial yang nantinya akan menyebabkan mobilitas masyarakat meningkat kembali dan polusi udara akan meningkat kembali. Setelah pandemi Covid-19 berakhir, pemerintah akan berupaya untuk segera memulihkan sektor perekonomian dengan membuka kembali kegiatan industri dan apabila pemulihan perekonomian tersebut tidak dibarengi dengan pembangunan lingkungan maka mungkin keadaan bumi akan semakin buruk.
Selain memberikan dampak positif, pandemi Covid-19 juga memberikan dampak negatif terhadap linkungan. Terjadi peningkatan masalah deforestasi dan peningkatan jumlah sampah. Indonesia dan Malaysia merupakan negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di Asia Tenggara dan hal ini memberikan kekhawatiran di masa pandemi. Berkurangnya pengawasan selama pembatasan sosial memicu tindak kriminal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan perburuan liar dan penyelundupan binatang liar. Masalah deforestasi dirasakan di kawasan Hutan Amazon Brazil dan beberapa hutan tropis di Kolombia, Kenya, dan Kamboja. Selama pandemi, sampah medis mengalami peningkatan 290 ton per harinya dan sampah plastik mengalami peningkatan dari 1-5 menjadi 5-10 gram per hari per individu. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, pemerintah harus menetapkan peraturan yang lebih ketat untuk mengurangi masalah deforestasi dan mengupayakan penanganan sampah yang lebih baik.