Sabtu, 23 November 2024

Kasus Korupsi Bansos Atut Dianggap Mandeg, KPK dan Kejagung Dipraperadilankan

Ilustrasi. (Dok: beritasatu)
Ilustrasi. (Dok: beritasatu)

SERANG, TitikNOL - Setelah melakukan praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat kasus korupsi Alat kesehatan (Alkes) Banten, Masyarakat Anti Korupsi (Maki) kembali mempraperadilankan KPK.

Kali ini Maki mempraperadilankan KPK dan Kejaksaan agung (Kejagung) lewat kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) Banten. Kasus ini dinilai belum tuntas karena tidak sampai menjerat mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang disebut-sebut terlibat dalam permufakatan jahat menilap uang rakyat.

Pendaftaran prapradilan KPK dan Kejagung tersebut telah didaftarkan hari ini, Kamis (5/1/2017) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan telah diterima kepaniteraan muda pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan terregister No.02/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel dan selanjutnya menunggu jadwal sidang yang biasanya sekitar dua pekan sejak pendaftaran.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, (MAKI) Boyamin Saiman menilai, KPK dan Jaksa Agung RI diduga telah menghentikan penanganan perkara korupsi Bansos Banten.

Padahal, Jaksa Agung RI telah menyidik dan menuntut hingga vonis bersalah kepada Zaenal Mutaqin, selaku mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Banten.

Baca juga: KPK Siap Hadapi Praperadilan LSM MAKI

Dalam sidang terungkap, bahwa Atut menggunakan organisasi masyarakat Relawan Banten Bersatu (RBB) untuk penyaluran dan penggunaan fiktif dana hibah tahun 2011 dan 2012 senilai Rp 7,5 miliar.

RBB sendiri dibentuk untuk pemenangan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat untuk pencalonan pada Pilgub Banten 2011. Oleh koordinator lembaga ini, para pemilik lembaga calon penerima hibah tersebut diminta membuat proposal pengajuan. Setelah pencairan, dana hibah dipotong hingga mencapai 90 persen. Dana hasil pemotongan digunakan untuk roadshow Atut ke daerah.

"Namun sampai saat ini Jaksa Agung belum mengajukan tersangka lain yang disebut dalam dakwaan yaitu Atut Chosiyah ke Pengadilan Tipikor, sehingga haruslah dinyatakan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan Perkara Korupsi Dana Hibah dan Bansos Banten dengan Tersangka Atut Chosiyah," tandas Boyamin dihubungi melalui sambungan telpon, Kamis (5/1/2017) petang.

Padahal, kata Boyamin, pola korupsi yang sama juga terjadi di Kendal, Jawa Tengah dan telah memvonis bersalah kepala daerah di tingkat kasasi.

"Saya punya putusan yurisprudensi di sana. Polanya sama, tapi kenapa di Banten hanya sampai di Zaenal Muttaqin," kata Boyamin.

Informasi yang diterima, KPK telah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan berupa pengumpulan bukti-bukti secara tertutup terhadap kasus Bansos dan Hibah Banten dengan rencana menetapkan Atut Chosiyah sebagai tersangka.

"KPK melimpahkan perkara aquo kepada Kejaksaan Agung namun tidak melakukan pengawasan dan kontrol sehingga membiarkan Kejaksaan Agung tidak mengajukan tersangka Atut Chosiyah ke Pengadilan Tipikor," imbuhnya.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, Boyamin meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memutuskan secara hukum Kejaksaan Agung telah melakukan tindakan penghentian penyidikan terhadap tersangka Ratu Atut Chosiyah, yang tidak sah karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Selain itu, ia menilai KPK telah melanggar ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan KUHAP.

"KPK turut serta melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Saya minta kasus ini diambil alih oleh KPK. Jangan lagi nunggu Pilkada selesai," pungkasnya. (red)

TAG kpk
Komentar
Tag Terkait