TitikNOL - Kebiasaan terlalu banyak berpikir alias over thinking sering muncul saat seseorang membuat keputusan penting dalam hidupnya. Apakah keputusan yang diambil sudah benar? Apa saja dampak positif dan negatifnya? Apa kira-kira yang terjadi setelah keputusan diambil?
Segala kekhawatiran yang muncul akibat kebanyakan 'mikir' tersebut justru menghambat penyelesaian masalah. Peneliti dan psikolog dari University of Southern California, Jennifer Labrecque mengatakan sifat kebanyakan 'mikir' membuat otak selalu bekerja berdasarkan pengodean sistem memori prosedural. Segala rencana dijalankan oleh sistem memori deklaratif, berdasarkan katalog fakta dan peristiwa.
"Ini hanya mengganggu, terutama orang-orang yang mencoba belajar sesuatu yang baru," kata Labrecque dalam pertemuan 'Society for Personality and Social Psychology' di San Diego beberapa waktu lalu, dilansir dari Live Science, Rabu (24/2).
Masa depan memang harus direncanakan dengan baik. Namun, ketika Anda mencoba menjalani perilaku baru, maka hal terbaik adalah tidak berpikir terlampau keras dan menjalani segala proses yang ada di depan mata.
Dalam studinya Labrecque menggunakan alat video game. Responden diminta belajar cara membuat sushi. Sebagian responden diminta untuk menonton video tutorial cara membuat sushi hingga 10 kali. Sebagian lainnya diminta untuk mencoba langsung membuat sushi di video game itu sebanyak dua kali.
Kedua kelompok kemudian diuji dengan mengukur waktunya. Hasilnya? Kelompok yang menonton tutorial video membuat sushi hingga 10 kali justru bekerja lebih lambat dibandingkan kelompok yang hanya dua kali mempraktikkan membuat sushi secara langsung.
Peneliti menyimpulkan sifat terlalu banyak berpikir menghambat seseorang membuat perubahan dalam hidupnya. Labrecque menilai seseorang hanya perlu menyiapkan rencana awal dan langsung menjalani prosesnya, sehingga di tengah jalan akan menemukan strategi pencapaian target dengan sendirinya.
Sumber: www.republika.co.id