TitikNOL - Kalimat "Bentuk seni merayu Tuhan terbaik adalah menghadirkanmu di sisiku" yang kadung terucapkan saat memasangkan cincin tunangan di jari manis kala itu, kini berubah menjadi pil pahit.
Skema hidup bahagia yang terekam dalam hati, seolah terhapus sketika dengan realita yang tidak lagi sama. Bingkai cerita sehidup semati hanya kiasan belaka.
Perawakan tinggi, tegap nan gagah, bermata sipit, yang menjadi idola sebagian kaum wanita, bukan menjadi jaminan kisah percintaan berjalan mulus.
Sebut saja Kakak. Selama satu tahun terakhir hidupnya penuh optimistis demi memiliki seorang wanita agar sah secara agama dan negara.
Namun tekadnya roboh seketika bak tembok berlin yang hancur diterjang bencana.
Janji suci yang hampir terucap, disalip dengan caci maki karena tata kata yang menyayat hati. Hal itu disebabkan oleh gembok cinta yang menjadi petaka, cincin tunangan pun dibalas air mata.
Menjalin hubungan asmara selama satu tahun terasa singkat bagi Kakak dan Ade (keduanya nama samaran). Awalnya, keduanya sudah sepakat untuk saling menghormati dalam kekurangan pada diri masing-masing.
Sampai kedua keluarga bermusyawarah untuk menyatukan kedua insan manusia yang saling jatuh cinta. Bahkan cincin tunangan sudah digunakan di kedua jari manis.
Tapi Tuhan berkata lain, semakin mendekati hari sakral, hubungannya semakin renggang. Perbedaan pendapat yang semakin harmonis menghiasi malam-malam Kakak dan Ade.
Dalam setiap harinya, Kakak selalu menuruti keinginan Ade untuk menghindari konflik. Niatnya cuma satu, yang penting Ade bahagia.
Wajar sih, seorang lelaki remaja memasuki fase dewasa bercita-cita besar untuk membangun rumah tangga.
Sampai di suatu hari, Ade menitipakan kendaraannya di tempat tinggal Kakak karena akan menyinggahi suatu tempat.
Hari itu berjalan dengan lancar. Keduanya terlihat normal seperti manusia biasa yang sedang jatuh cinta.
Namun tidak berselang waktu lama, kini tinggal jatuhnya saja. Cintanya sudah tertutup asmara yang berubah amarah.
Kring, kring, kring. Suara gadget kakak berdering. Panggilan dari Ade masuk.
Entah apa isi pembicaraan keduanya, bibir Kakak manyun, tidak seperti sebelum mengangkat telepon yang berseloroh asyik ngecengin teman di sampingnya.
Menghiraukan pertanyaan kawan yang duduk di sebelahnya, sarung yang digunakan Kakak dilepas dan diganti dengan celana.
Kendaraan titipan Ade dibawanya entah kemana. Yang jelas, Kakak pulang menggunakan ojol yang dipesan lewat ponselnya.
"Bahaya," ujar kakak yang datang dengan jidat mengkerut di hadapan teman-temannya.
Malam begitu panjang harus dilewati Kakak. Matanya yang terlihat sembab susah untuk dibuka saat ponsenya berdering kembali di pukul 10:00 WIB.
Ya, Kaka bangun agak kesiangan lantaran tidurnya melewati waktu subuh. Tumpukan abu dan puntung rokok berserakan di asbak yang berdiameter 20 centimeter.
Matanya tiba-tiba terbuka. Badannya yang tertidur langsung berubah bersila. Urat leher berwana hijau keluar. Padahal kulit Kakak agak kecoklatan.
"Apa-apaan. Gua balikin. Gembok segitu doang gua beli 10 juga mampu," teriak Kakak yang tidak sengaja membangunkan kawan di sebelahnya.
Nampaknya, kendaraan titipan yang dikembalikan Kakak kepada Ade tidak utuh. Ada gembok sebagai kunci ganda, lupa dikembalikan.
Gegara persoalan itu, keluarga besar keduanya mengetahui Kakak dan Ade sedang tidak akur.
Cerita gembok seolah berubah menjadi peristiwa perompakan yang menakutkan. Seolah perebutan harta gono gini yang belum terbagi adil.
Dengan kemarahannya, Ade membuat spam kepada rekan-rekan kerja Kakak tentang persoalan gembok tersebut. Bahkan menjadi familiar dan trending topik.
Asmara di dalam dada Kakak pun menghilang. Benih-benih kemarahan dan rasa malu membumbung tinggi.
Dengan kesadaran, bukan hanya gembok yang dikembalikan Kakak kepada Ade. Cincin tunangannya pun turut diberikan agar Ade mencari pria lain.
Kisah ini berbeda dengan keyakinan gembok cinta di Brooklyn Bridge, News York yang bisa membuat abadi.
Gembok Kakak dan Ade menjadi anomali karena berubah menjadi petaka. (Abdi Nagara)