Senin, 19 Mei 2025

Mengenang Wafatnya Azyumardi Azra, PWKS Gelar Do'a Bersama

SERANG, TitikNOL - Wafatnya Azyumardi Azra membawa pilu bagi kalangan muslim Indonesia. Tokoh dan pemikirannya turut mengantarkan menyaber sejumlah penghargaan.

Akademisi yang bernaung di UIN Syarif Hidayatullah itu menghembuskan nafas terakhirnya di umur 67 tahun di salah satu rumah sakit di Malaysia.

Bahkan berkat kecerdasannya yang mengkritik paradigma islam Indonesia dimata orienfalis, diganjar penghargaan kehormatan dari Ratu Elizabeth.

Dalam mengenang wafatnya Azyumardi Azra, Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS) menggelar refleksi dan tahlil bersama untuk meneladani sosok Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025.

Pembina PWKS, Wahyudin mengaku pernah bersentuhan dalam liputan sekira tujuh tahun yang lalu di wilayah Kota Serang.

Dalam kacamatanya, Azra dinilai sebagai sosok yang berkarismatik berkat keilmuannya dalam integrasi keislaman. Ditambah rekam jejaknya yang pernah di jurnalistik.

"Banyak bersentuhan 7 tahun lalu. Alasannya karena banyak bersentuhan dengan pers di bawah Panjimas," katanya saat mereflesikan keteladanan Azra, Kamis 22 September 2022.

Ia menyatakan, Azra adalah sosok cendikiawan muslim yang keintelektualannya tidak diragukan dan termasuk kelas kaliber dalam akademisi.

Dalam karya-karyanya, Azra berpandangan bahwa unsur agama dan budaya menimbulkan keislaman yang baru. Entitas islam tidak lenyap dalam tradisi dan sinkretis dengan tradisi, seperti pola dakwa wali menggunakan wayang.

"Kenapa pak Azra besar karena perspektif islam banyak dipandang dari orientalis. Orang eropa datang melancong dan membuat buku, itu yang banyak dikritik pak Azra di bukunya," ungkapnya.

Di sisi lain, Azra dalam ingatan Wahyudin selalu menjaga jarak dengan kekuasaan. Kritikannya murni untuk pembangunan dan kemajuan Bangsa.

Bahkan saat menjadi Ketua Dewan Pers pun, banyak karya akademik untuk kemajuan jurnalis. Hal itu yang membawa wajah baru dalam pers.

"Pak Azra bisa mengambil jarak objektif tanpa memiliki agenda bergening dengan kekuasaan. Ini kita bisa belajar selain ketokohannya, keintegritasannya teruji," ujarnya.

Ia menerangkan, kehilangan sosok cendekiawan sangat sulit tergantikan, berbeda dengan kehilangan seorang pejabat yang banyak gantinya.

Ia berharap, ada generasi penerus yang dapat menggantikan keintelektualan dari Azyumardi Azra.

"Kalau kata nabi, ulama yang meninggal bisa menimbulkan bencana. Presiden ada gantinya, kalau cendekiawan agak sulit," paparnya.

Di tempat yang sama, Ketua PWKS, Fauzan Dardiri berujar, kegiatan Kamis Mengaji menjadi agenda rutin yang digagas untuk meningkatkan khazanah keilmuan di bidang keagamaan.

"Ini agenda ini sengaja kita gagas dalam rangka meningkatkan kerohanian dan khazanah keilmuan," ujarnya.

Ia berharap, doa-doa yang dipanjatkan dapat sampai pada mendiang Azyumardi Azra sebagai bentuk balas jasa atas pengandiannya terhadap negara dan Bangsa.

"Doa ini sebagai bentuk terima kasih kita kepada guru besar Bangsa, semoga pengabdiannya dibalas di surga," tutupnya. (*)

Komentar