Jakarta, TitikNol - Tersangka suap proyek infrastruktur pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp1,2 triliun Damayanti Wisnu Putranti, mengakui jika Wakil Ketua Komisi V DPR RI Michael Watimena ikut menikmati uang suap dalam perencanaan proyek tersebut.
"Iya (Michael Wattimena) ada," ungkap Damaayanti usai menjalani pemeriksaan di Dedung KPK, Jakarta, kemarin (29/1/2016).
Namun, saat ditanyai mengenai peran politisi Partai Demokrat itu, Damayanti enggan menjelaskan lebih. Walaupun demikian, mantan politisi PDI Perjuangan itu mengakui jika Michael Wattimena turut hadir dalam kunjungan kerja Komisi V ke Maluku pada Agustus 2015.
Diketahui saat itu awal mula perencanaan dari sekitar 20 proyek infrastruktur akan dimasukan dalam anggaran dana aspirasi 2016. "Makasih ya, makasih," ujar wanita yang kini mengenakan rompi tahanan KPK sambil emgnhindari wartawan.
Kasus ini suap ini sendiri terbongkar ketika KPK menangkap Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua anak buah Damayanti, Dessy A. Edwin serta Julia Prasetyarini. Mereka dicokok pada Rabu 13 Januari 2016 lalu.
Politikus PDI-P dari Dapil Jawa Tengah itu disangka telah menerima suap Abdul Khoir. Damayanti diperkirakan telah mendapat suap hingga ratusan ribu dollar Singapura secara bertahap melalui stafnya Dessy dan Julia.
Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti itu diduga untuk mengamankan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX Kementerian PUPR.
Damayanti, Dessy, dan Julia dikenakan status tersangka penerima suap. Ketiganya dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Bar/Red)