Sabtu, 5 Juli 2025

Kebijakan Sekolah Gratis Membingungkan, Pemerhati Pendidikan Surati Gubernur Banten

Dok: net
Dok: net

LEBAK, TitikNOL - Janji Gubernur Banten Wahidin Halim saat kampanye dulu, soal pendidikan gratis SMA/SMK masih membingungkan sejumlah kepala sekolah.

Buntutnya, salah seorang pemerhati pendidikan di Provinsi Banten, Moch Ojat Sudrajat, melayangkan surat aspirasi ke Wahidin Halim, yang berisi soal kebingungan kepala sekolah dan komite terkait pendidikan gratis.

Dikatakan Ojat, secara perundang-undangan, partisipasi masyarakat dalam pendanaan pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar maupun di tingkat pendidikan menengah, masih diperbolehkan dalam bentuk sumbangan.

"Saya melihat sekolah gratis menurut definisi Gubernur Banten adalah sekolah tidak diperbolehkan lagi melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Akan tetapi, berdasarkan aturan perundang-undangan masih diperbolehkan," ujarnya, Jumat (6/4/2018).

Aturan perundang-undangan yang dimaksud Ojat yakni, pada Bab XIII pasal 46 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 51 ayat (5) huruf (c) dan Pasal 55 PP Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan Pendidikan.

Kemudian, Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah Pasal 1 angka (5) dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) yang berlaku mulai 31 Desember 2016 dan Pergub Banten Nomor 30 tahun 2017 tentang Komite Sekolah, Pasal 10 (1), ayat (2) dan ayat (3).

Dalam aturan tersebut kata Ojat, dapat diintisarikan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

"Masyarakat dimaksud adalah salah satunya orang tua atau wali siswa peserta didik, dengan cara memberikan bantuan dan atau sumbangan yang nilai besarannya diputuskan dalam suatu musyawarah antara Komite Sekolah dan orangtua atau wali peserta didik," paparnya.

Maka lanjut Ojat, ketika Gubernur Banten mendifinisikan tentang sekolah gratis untuk tingkat SMA/SMK dengan menyatakan apabila ada Kepala Sekolah yang melanggar akan dipecat, harus berdasarkan regulasi atau peraturan yang jelas.

"Pemecatan telah terjadi pada bulan Februari 2018 lalu terhadap salah seorang Kepala Sekolah SMKN di Kota Tangerang yang dikategorikan melakukan Pungli, bahkan ramai mejadi pemberitaan di media massa. Menurut saya, apabila dikategorikan sebagai pungli, maka seharusnya Kepsek itu di proses secara Pidana, tapi itukan tidak dilakukan," tegas Ojat.

Namun dalam waktu yang tidak lama kata Ojat, malah Kepsek tersebut di promosikan menjadi Pengawas dengan SK Gubernur Banten Nomor : 824.4/Kep.54-BKD/2018. Hanya saja berita promosinya Kepsek itu tidak terekspose sedahsyat ketika kabar pemecatannya.

"Rangkain kejadian itu membuat para Kepala Sekolah SMA/SMK yang lainnya menjadi resah, bimbang dan bingung. Sebab, sumbangan yang mereka (pihak sekolah) terima sebelumnya adalah hasil musyawarah antara Komite Sekolah dengan Orang tua dan wali peserta didik. Dan hasil sumbangan yang diterima sudah dimasukan sabagai salah satu sumber dana dalam RAKS di tahun ajaran 2017/2018," papar Ojat.

"Kebingungan para Kepala Sekolah makin menjadi - jadi ketika pada tahun 2018, untuk dana BOS Triwulan pertama (Januari - Maret 2018) baru dapat dicairkan pada bulan April 2018. Sedangankan dana BOSDA tidak lagi berbentuk dana tunai, tapi berbentuk belanja langsung dan itupun dibatasi hanyan untuk dua item pembelanjaan yaitu, gaji guru tetap dan tidak tetap serta biaya langganan dan jasa seperti, pembayaran rekening PLN, Telkom dan lain-lain. Lalu bagaimana dengan kegiatan dan operasional rutin lainnya, harus dibiayai dana yang mana," tukas Ojat menambahkan.

Oleh karena itu, Ojat pun mendesak Gubernur Banten untuk segera membuat aturan secara tertulis seperti Pergub tentang sekolah gratis, karena pernyataan atau lisan bukanlah sebuah produk hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Sementara, sejumlah kepala SMA/SMK di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten mengamini jika para Kepsek kebingungan dengan kebijakan Gubernur Banten Wahidin Halim.

Sebab, kebijakan melarang sekolah melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada siswa tanpa diikuti aturan jelas, seperti, Pergub atau Perda.

Sedangkan, Pergub Nomor 30 tahun 2017, tentang Komite Sekolah, dalam pasal 10 ayat 3 belum dicabut serta menegaskan, masih diperbolehkannya adanya pungutan dalam bentuk sumbangan.

"lnstruksi Gubernur melarang sekolah menerima sumbangan dalam bentuk apapun, jelas sangat membingungkan. Pasalnya, Pergub Nomor 30 tahun 2017 belum dicabut, sementara pelarangan pungutan digaungkan Gubernur tidak memiliki dasar hukum," ungkap seorang kepala SMAN di Kabupaten Lebak itu. (Gun/TN1)

Komentar