Jum`at, 22 November 2024

Jembatan Menuju Untirta Gemilang

Angga Hermanda, Wakil Presiden Mahasiswa BEM KBM Untirta 2013 Sekretaris Lembaga Kajian Damar Leuit Banten
Angga Hermanda, Wakil Presiden Mahasiswa BEM KBM Untirta 2013 Sekretaris Lembaga Kajian Damar Leuit Banten

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atau Untirta didirikan pada tanggal 1 Oktober 1980. Kampus ini dahulu bernama Universitas Tirtayasa sebelum pada tanggal 13 Oktober 1999 dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 130 tentang Persiapan Pendirian Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa.

Kemudian pada tanggal 19 Maret 2001 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32/2001, Untirta secara resmi ditetapkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri. Keputusan penegerian Untirta ini pada prosesnya seiring dengan penetapan pembentukan Provinsi Banten yang memisahkan diri dari Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan pengesahan UU No. 23 tahun 2000 Tentang Pembentukan Propinsi Banten oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Nama Sultan Ageng Tirtayasa sendiri diambil dari nama pahlawan nasional yang berasal dari Banten berdasar Keputusan Presiden RI Nomor 045/TK/1970. Sultan Ageng Tirtayasa ialah pewaris Kesultanan Banten keempat yang secara gigih menentang penjajahan Belanda dan berhasil membawa Kesultanan Banten pada masa kejayaan dan keemasan. Saat ini Untirta terdiri dari enam fakultas, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Situasi Banten

Sebagai Universitas Negeri pertama di Provinsi Banten, Untirta mengemban tugas penting untuk terlibat aktif mengawal dan memberikan masukan kebijakan kepada pemerintah daerah dan nasional. Misalnya saja salah satu pondasi awal pendirian Provinsi Banten adalah untuk mewujudkan masyarakat Banten yang sejahtera berlandaskan iman dan taqwa. Namun pada usia yang hampir menyentuh dua dasawarsa mendatang, kesejahteraan itu belum secara merata dirasakan.

Provinsi Banten belum mampu mengeluarkan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dari daftar daerah tertinggal di Indonesia. Terbukti kedua kabupaten di wilayah selatan Banten itu masih tercantum dalam Peraturan Presiden RI Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015-2019.

Belum lagi menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten saat ini menduduki posisi tertinggi se-Indonesia, yakni sebesar 8,52 persen pada Agustus 2018. Angka ini bahkan lebih besar dari rata-rata TPT nasional sebesar 5,34 persen, dan juga lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat 8,17 persen, DKI Jakarta 6,24 persen atau bahkan Papua Barat di angka 6,30 persen.

Hal ini sangat memprihatinkan mengingat Banten bagian utara yang disesaki oleh industri dan bagian selatan Banten yang kaya akan potensi alam pertanian belum dirasakan secara langsung oleh rakyat untuk makmur dan sejahtera.

Sementara itu masih merujuk BPS, pada bulan September 2018 jumlah penduduk miskin—penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan—di Banten masih cukup tinggi yakni sebesar 668,74 ribu orang atau 5,25 persen.

Bahkan sejak bulan Maret 2012, situasi kemiskinan Banten tak banyak berubah dan cenderung stagnan diangka kisaran 600 ribu-an orang. Selama periode Maret-September 2018, Garis Kemiskinan di Banten berada pada besaran Rp. 450.105,- per kapita per bulan. Adapun penyumbang terbesar bagi besaran Garis Kemiskinan adalah dari kelompok makanan terutama beras. Beras menyumbangkan 19,63 persen garis kemiskinan di perkotaan dan 23,45 persen garis kemiskinan di perdesaan.

Hal ini membuktikan bahwa penduduk desa di Banten yang sebagian besar bekerja disektor pertanian atau berprofesi sebagai petani padi justru menjadi konsumen beras dalam waktu yang bersamaan. Demikian juga rakyat perkotaan yang harus menyisihkan seperlima pengeluarannya demi membeli beras.

Ditengah situasi ketertinggalan, pengangguran dan kemiskinan, Banten juga menghadapi berbagai masalah pelik lain seperti tingkat pendidikan, gizi buruk, korupsi, penegakan supremasi hukum, ancaman oligarki politik, ketimpangan infrastruktur dan yang lainnya. Secara ideal Akademisi Untirta membantu pemerintah dalam mengurai masalah-masalah yang dihadapi rakyat satu demi satu.

Untuk itu Untirta harus dipimpin oleh seorang akademisi yang berkeinginan dan memiliki kemauan kuat terlibat langsung dalam mengurai benang kusut tersebut. Hal ini juga harus dimaknai sebagai upaya mengimplementasikan tri dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Bakal Calon Rektor Untirta

Pada hari Rabu (13/03), Ketua Panitia Pemilihan Rektor Untirta Mas Iman Kusnandar mengumumkan Bakal Calon (Balon) Rektor Untirta periode 2019-2023. Dari 6 (enam) pendaftar balon rektor Untirta, terpilih sebanyak 4 (empat) balon yang telah lulus tahapan verifikasi berdasar hasil Sidang Senat Untirta. Keempat calon rektor Untirta tersebut yakni Agus Ismaya Hasanudin, Fatah Sulaiman, Suherman dan Tubagus Ismail.

Keempatnya merupakan putra terbaik yang sudah sejak lama mengabdi di Untirta. Sehingga secara kredibelitas, kepemimpinan dan keuntirtaan keempat tokoh ini tak bisa diragukan lagi. Pertama, Agus Ismaya Hasanudin ialah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untirta yang pernah menjabat sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. Kedua, Fatah Sulaiman ialah Dosen Fakultas Teknik Untirta yang kini menjabat Wakil Rektor I Bidang Akademik. Ketiga, Suherman ialah Almuni Fakultas Pertanian Untirta sekaligus Dosen Fakultas Pertanian Untirta yang kini menjadi Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Untirta. Beliau juga sempat menjabat sebagai Dekan Fakulas Pertanian Untirta. Keempat, Tubagus Ismail adalah Dosen dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untirta.

Berdasarkan informasi tahapan dari Panitia Pemilihan Rektor Untirta, Keempat calon akan melalui tahapan penyampaian visi-misi balon rektor dalam sidang senat terbuka pada tanggal 10 April 2019. Kemudian pada tanggal 12 April 2019, empat balon akan disaring lagi menjadi 3 (tiga) calon rektor oleh senat Untirta dalam rapat tertutup. Hasil ini lalu disampaikan kepada Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi RI (Menristek Dikti) pada tanggal 15 April 2019.

Proses di kementerian berlangsung sampai dengan pemilihan rektor dalam rapat senat Untirta bersama Menristek Dikti tanggal 12 Juni 2019. Baru lah pada tanggal 28 Agustus 2019 Rektor Untirta periode 2019-2023 ditetapkan dan dilantik oleh Menristek Dikti.

Menuju Untirta Gemilang

Dari keempat balon rektor diatas, yang mendapat banyak perhatian adalah Dr. Fatah Sulaiman.
Alumni Teknik Petrokimia dan Gas Universitas Indonesia ini telah mengabdi di Untirta sejak tahun 1996 dengan jabatan pertama yang diemban sebagai Koordinator Laboratorium Operasi Teknik Kimia. Nama pendiri Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten ini kian menanjak saat menjabat sebagai Kepala Pusat Data Informasi Untirta periode 2008-2012. Saat itu Untirta menghadapi pemajuan dibidang data dan informasi dari sistem manual ke digital.
Transisi ini berjalan dengan baik dibawah kepemimpinan Fatah Sulaiman.

Pada pemilihan Rektor Untirta periode 2011-2015, beliau turut mendaftarkan diri sebagai salah satu bakal calon. Saat fase uji popularitas dikalangan mahasiswa, Fatah Sulaiman mendapatkan suara terbanyak. Beliau mengungguli calon kuat seperti Prof. Soleh Hidayat dan Prof. Azumardi Azra, sehingga mendapat julukan sebagai “Rektor Pilihan Mahasiswa”. Walau Prof. Soleh Hidayat yang dilantik menjadi Rektor Untirta periode 2011-2015, Fatah Sulaiman ditugaskan sebagai Wakil Rektor IV Bidang Kejasama, Perencanaan dan Sistem Informasi.

Fatah Sulaiman membuktikan kepiawaiannya dalam mengurai masalah-masalah yang ada di Untirta. Salah satunya sebagai Ketua Tim Pembenahan dan Sertifikasi Lahan Kampus Sindang Sari Kab. Serang, Prov. Banten periode 2012-2015, beliau berhasil menyelesaikan sengketa dan permasalahan tanah yang kian mendekatkan impian Untirta untuk membangun kampus baru yang lebih luas. Dalam mewujudkan impian itu, sebagai Wakil Rektor IV beliau membawa Islamic Development Bank (IDB) ke Untirta sebagai instrumen penting dalam memulai pembangunan kampus baru.

Situasi ini patut dimaklumi mengingat Untirta tergolong sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dengan keuangan secara penuh tidak lagi difokuskan dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN), melainkan lebih kepada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pinjaman dari lembaga lain seperti IDB.

Dalam periode kedua Rektor Prof. Soleh Hidayat tahun 2015-2019, Fatah Sulaiman ditugaskan menjadi Wakil Rektor I Bidang Akademik. Beliau berhasil menunaikan tugas dengan mengantarkan sejarah baru dalam dunia akademik di Untirta, yakni dengan manaikan Akreditasi Untirta dari yang sebelumnya “B” menjadi “A”. Capaian itu tentu patut diapresiasi ditengah situasi kampus baru Sindang Sari yang masih dibangun dan kesemerautan lingkungan kampus Untirta di Pakupatan.

Sebagai Balon Rektor Untirta periode 2019-2023, Fatah Sulaiman dinilai tokoh populis yang paling memungkinkan dari ketiga balon yang ada. Dengan jaringan yang luas dan keaktifan dilini rakyat, Untirta yang akan datang dibawah kepemimpinan Fatah Sulaiman dilihat akan lebih aktif membantu pemerintah daerah dan pusat dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi rakyat Banten dewasa ini. Dari segi internal kampus, beliau diumpamakan sebagai jembatan dari generasi tua dan generasi muda di Untirta.

Seperti yang telah dikerjakan, tokoh Nahdlatul ‘Ulama ini dipercaya akan mampu mengentaskan permasalahan Untirta dan membawa ke masa Untirta Gemilang. Untirta Gemilang adalah situasi dimana terjadi pembangunan dan pembenahan infrasruktur/fasilitas kampus yang lebih baik, perbaikan kualitas akademik, penjaringan kerjasama yang lebih luas dilakukan, dan kian mendekatkan hubungan antar sivitas akademika Untirta, misalnya dengan mengedepankan kebijakan yang pro-mahasiswa.

Komentar