JAKARTA, TitikNOL - Penggeledahan yang dilakukan oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruangan anggota DPR RI terkait kasus korupsi proyek jalan yang ada di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) tahun anggaran 2016 membuat sejumlah kalangan DPR RI mempertanyakan SOP di lembaga anti rasuah tersebut.
Tak hanya itu, penyidik KPK membawa Brimob bersenjata untuk mengamankan penggeledahan dinilai menyalahi aturan. Untuk itu, Ketua DPR RI Ade Komarudin akan memanggil Pimpinan KPK dan Kapolri untuk meminta penjelasan kejadian tersebut.
"Kami pimpinan fraksi dan dewan bersepakat akan segera mengundang Kapolri, dan pimpinan KPK untuk klarifikasi penggeledahan ruang kerja anggota DPR," ujar Ade Komarudin di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Menurut Ade dengan penggeledahan membawa Brimob bersenjata mencoreng lembaga DPR RI. "Ini kantor parlemen kantor wakil rakyat 560 orang diplih oleh rakyat Indonsia dan ini simbol demkrasi di Indonesia berjalan baik karena itu tak boleh dicorengi senjata laras panjang," ungkapnya.
Seperti diketahui, penyidik KPK melakukan sejumlah penggeledahan di ruangan tiga anggota DPR RI yakni anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDI Perjuangan, Budi Supriyanto Fraksi Partai Golkar, serta Yuddy Widiana Adia Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Kejadian tersebut membuat Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah geram sehingga terjadi percekcokan dengan penyidik KPK
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka terkait kasus tersebut. Tiga diantaranya sebagai penerima suap, yakni anggota Komisi V DPR RI dari fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti serta dua orang dari pihak swasta Julia Prasrtyarini atau uwi dan Dessy A Edwin dan pemberi suap adalah Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU).
Untuk penerima suap, terhadapnya disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberian uang suap ini diduga uontuk melancarkan suatu proyek di Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemenpupera) tahun anggaran 2016 dengan perkiraan total nilai suap 404.000 SGD dari barang bukti yang berhasil diamankan 99.000 USD. (Bar/Red)