SERANG, TitikNOL - Kasus dugaan pemotongan dana Pondok Pesantren (Ponpes) menyita perhatian publik. Hingga kini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah menetapkan satu tersangka dan masih melakukan pengembangan untuk mengungkap tuntas.
Tahun 2020, sebanyak Rp117 miliar dialokasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk hibah Ponpes. Kemudian, Pemprov Banten mengalokasikan dana sebesar Rp161,680 miliar untuk Ponpes pada APBD tahun anggaran 2021. Jumlah itu dibagi kepada 4.042 Ponpes di Banten dengan alokasi masing-masing Rp40 juta.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku sedang memburu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga terlibat bersekongkol dalam melakukan pemotongan dana hibah Ponpes.
Pihaknya mengaku telah mendengar lama kasus pemotongan dana hibah Ponpes. Kejahatan ini harus diungkap tuntas agar tidak terulang di kemudian hari. Karena, niatnya dalam membantu pesantren dirasa ternodai dan mencoreng Pemprov Banten.
"Lagi kita cari nih siapa orang Kesra atau Pemda, oknumnya siapa lagi kita dalami. Kuping sudah denger lama itu dari tahun ketahun sudah tahu, makanya saya bilang orang jahat itu. Karena ini niat baik gubernur bantu pesantren untuk kepentingan mereka," katanya kepada media, Rabu (21/4/2021).
Ia menilai, pesantren memiliki peranan penting dalam membangun daerah Banten. Sejak zaman penjajahan Belanda, mereka dengan sukarela membela Bangsa tanpa pamrih. Saat ini juga, Ponpes menjadi lembaga pendidikan dalam mencetak moral dan akhlak generasi Banten.
Sehingga, sudah seyogianya pemerintah memberikan perhatian untuk perkembangan Ponpes. Namun sayangnya, perhatian melalui bantuan dan hibah dirusak demi kepentingan oknum tertentu.
"Itu bersentuhan moralitas, udah dikasih buat kiyai, dia potong, udah buat Kiyai diambil semua, ini yang lagi kita cari. Makanya saya ke Kejati tadi juga datang, cari sampai ke isi perutnya," terangnya.
Ia menjelaskan, mekanisme pengajuan dana hibah Ponpes melalui sistem online. Mungkin lewat aplikasi ini diamanfaatkan oknum untuk memanipulasi data. Pemprov Banten tidak dapat melacak celah kejahatan oknum melalui aplikasi E-Hibah.
"Karena sistim online, sistem upload, kita tidak bisa monitor. Misalnya ada satu orang mengajukan permohonan lewat di upload kita terima, verifikator, di sini kan cuma nerima nggak datang ke lokasi, di sini mungkin mainya di sini. Jadi, orang-orang jahat ini, pencuri-pencuri nggak bermoral. Memang (Pemprov Banten) nggak bisa di teknologi dan Kejaksaan, Polisi yang bisa melacak ini, karena ini di dunia maya," jelasnya. (Son/TN1)