IPW Sebut Ada 2 Alasan Kuat Dalam Pencopotan Kapolda Metro Jaya

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane. (Foto: TitikNOL)
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane. (Foto: TitikNOL)

TANGSEL, TitikNOL - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahradi Novianto, dicopot dari jabatannya. Pencopotan itu perihal pembiaran kerumunan massa di acara Habib Rizieq.

Indonesia Police Watch (IPW) angkat bicara terkait pencopotan dua Jendral Polisi itu. Menurut IPW, pencopotan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana itu, dinilai ada kaitannya dengan bursa calon Kapolri.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, ada dua alasan yang kuat dalam pencopotan dua Kapolda tersebut. Pertama, sebagai akibat Kapolda Metro Jaya cereboh membiarkan kerumunan massa di acara Habib Rizieq.

Kedua, pencopotan Kapolda Metro bagian dari manuver persaingan dalam bursa calon Kapolri. Dimana, Kapolda Metro Inspektur Jenderal Nana Sudjana, sebagai salah satu calon kuat dari geng Solo.

"Kecerobohan itu dimanfaatkan sebagai manuver dalam persaingan bursa calon Kapolri. Dalam kasus pencopotan Kapolda Jabar, yang bersangkutan diikutsertakan karena dianggap membiarkan kerumunan massa dalam acara Habib Rizieq di Jawa Barat," katanya kepada TitikNOL, Senin (16/11/2020).

Neta menjelaskan, sejak berkembangnya pandemi Covid 19, Polri sudah bersikap mendua dalam menjaga protokol kesehatan. Padahal, Kapolri telah mengeluarkan ketentuan agar jajaran Polri bersikap tegas dalam menindak kegiatan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan.

Hal itu terlihat dari berbagai kegiatan masyarakat yang dibubarkan polisi di sejumlah daerah. Seperti pesta perkawinan dan kegiatan lainnya yang menimbulkan kerumunan. Tapi dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah tokoh atau dihadiri sejumlah tokoh yang berpengaruh, polisi tidak berani membubarkannya.

"Misalnya dalam Munas PBSI yang dipimpin Wantimpres Wiranto di Tangerang. Acaranya tetap berlangsung tanpa dibubarkan polisi. Begitu juga dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Habib Rizieq sepulang ke Indonesia. Polisi tak berdaya membubarkannya," jelasnya.

Menurutnya, dari kasus itu muncul opini di masyarakat, bahwa polisi hanya berani pada masyarakat yang tidak punya pengaruh dan takut pada figur-figur yang berpengaruh.

"Apalagi dalam kasus Rizieq, dimana massa dan pendukungnya cukup banyak. Polda Metro Jaya dan Kapolda Jabar sepertinya tidak mau ambil risiko dan membiarkannya. Padahal apa yang dilakukan polisi itu bisa dinilai masyarakat sebagai tindakan tajam ke atas tumpul ke bawah," ungkapnya.

Sikap polisi yang mendua itu, lanjut Neta, tidak hanya mengganggu rasa keadilan publik, tapi juga membiarkan klaster pandemi Covid 19 berkembang luas. Seharusnya, Polri bersikap tegas pada semua pelanggar protokol kesehatan. Agar penyebaran pandemi Covid 19 bisa segera dikendalikan.

Dengan adanya tindakan tegas kepada Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar, IPW berharap para Kapolda lain bisa bersikap tegas untuk menindak dan membubarkan aksi kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19 ini.

"Jika mereka tidak berani bersikap tegas, siap-siap mereka ditindak tegas dan dibubarkan atasannya," tukasnya. (Don/TN1)

Komentar