SERANG, TitikNOL - Penanganan stunting diperlukan kerja ekstra di bidang kesehatan dan ekonomi. Sebab persoalan ini menjadi atensi pemerintah pusat dalam menjaga generasi bangsa.
Kasus stunting di daerah juga menjadi tolak ukur keberhasilan daerah dalak bidang kesehatan. Sehingga penanganan stunting menjadi prioritas.
Diperlukan upaya bersama antara OPD terkait bersama berbagai elemen masayarakat setempat dalam mengatasi masalah stunting.
Terlebih, penanganan masalah stunting tidak bisa dilakukan oleh hanya satu OPD (Dinkes), yang menjadi leading sektor yang telah ditunjuk pemerintah, karena masalah stunting sangat kompleks, baik dari sisi penyebab maupun cara penanggulannya.
"Hal pertama yang secara mutlak dilakukan adalah menyamakan sumber data tentang stunting dan meyamakan persepsi antar stake holder tentang penyebab dan cara penanggulannya yang berbasis bukti (evidence base)," kata Konsultan dan Parktisi Kesehatan Masyarakat, Solihin Abas.
Abas menerangkan, data stunting yang disepakati harus by name by address. Sehingga OPD terkait di setiap kabupaten kota akan dengan mudah melakukan intervensi yang bersifat kuratif terhadap anak yang dinilai stunting.
Jika data yang digunakan hanya menyebutkan prosentase anak dengan stunting di suatu daerah, maka akan menyuitkan petugas kesehatan dan elemen masyarakat yang terlibat dalam penangan stunting, untuk melakukan intervensi perbaikan gizi maupun pengobatan yang diperlukan.
"Karena tidak tahu kepada siapa intervensi tersebut akan dilakukan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, mengetahui penyebab langsung dan tidak langsung, akan memudahkan para stake holder yang terlibat dalam penaganan stunting dalam merumuskan strategi penanggulangan dan pencegahan stunting.
"Misalnya jika si anak menderita stunting karena penyebab langsung yang dipengaruhi oleh variabel asupan gizi dan riwayat penyakit infeksi, maka intervensinya tentu pemberian asupan gizi yang seimbang dan pengobatan penyakit infeksi yang diderita," jelasnya.
Solihin yang juga sebagai staf di Program USAID Madani menerangkan, stunting juga disebabkab pengetahuan gizi dan pola asuh ibu.
"Maka intrevensinya bukan hanya kepada anak, namun juga kepada ibu atau pengasuhnya, dan dapat juga secara luas kepada masyarakat melalui promosi kesehatan yang intensif dan terukur hasilnya," paparnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten, Dadi Ahmad Roswandi mengatakan, pendataan keluarga dilakukan pada tahun 2021 agar terdeteksi keluarga yang berisiko stunting.
Menurut hasil pendataan keluarga tahun 2021 pada BKKBN, jumlah keluarga berisiko stunting di Provinsi Banten sebanyak 1.373.383 Keluarga.
Keluarga berisiko stunting tertinggi ada di Kabupaten Tangerang yaitu 354.731 keluarga. Dilanjutkan Kabupaten Serang 211.696 Keluarga, Kota Tangerang 197.166 Keluarga.
Kemudian, Lebak 196.053 keluarga, Pandeglang 159.415 keluarga, Tangerang Selatan 121.085 keluarga, Kota Serang 81.569 keluarga, dan terendah di Kota Cilegon 51.668 Keluarga.
Untuk menanganinya, terdapat sejumlah inovasi program dilaksanakan dalam rangka menekan dan mencegah kasus stunting.
Yang paling utama dilakukan adala pembentukan Satgas Stunting, sosialisasi 1000 hari pertama kelahiran (HPK) baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat lapangan atau langsung kepada keluarga-keluarga baduta.
"Pembinaan kepada keluarga balita (melalui Bina Keluarga Balita atau BKB) baik pembekalan bagi kader maupun mendorong pelaksanaan BKB di lapangan secara rutin setiap bulan," katanya saat dihubungi.
Selain itu, pihaknya juga melakukan pembinaan kepada keluarga remaja dan remaja, yang tujuannya mencegah nikah dini agar tidak jadi penyebab stunting.
Pembinaan tersebut dilakukan kepada kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R) dan juga kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
Selanjutnya, peluncuran aplikasi Elsimil bagi calon pengantin (Catin) untuk mendeteksi resiko melahirkan bayi stunting, dan pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk mendampingi catin.
"Melakukan Gerakan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) untuk menggalang donasi bagi baduta dengan resiko stunting," terangnya.
Tidak hanya itu, Dadi menyadari penuh penanganan stunting perlu dilakukan secara bersama-sama. Untuk itu, koordinasi dengan pemda dan berbagai instansi dilakukan untuk berbagai aksi penurunan angka stunting.
Bahkan, pihaknya bersama Pemprov Banten telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Tim itu dipimpin langsung Wakil Presiden KH. Maruf Amin.
"Ya, ada. BKKBN sudah bekerjasama bersama Pemda dalam penanggulangan stunting, yaitu dengan membentuk Tim TPPS. TPPS ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden di tingkat pusat, dan dibentuk secara berjenjang juga hingga ke desa/kelurahan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, tugas TPPS tentu tidak lepas dari mengidentifikasi dan mengintervensi wilayah yang membutuhkan perhatian khusus.
"Berangkat dari data yang diperoleh, intervensi kemudian dilaksanakan sesuai yang dibutuhkan baik intervensi spesifik seperti pemberian makanan bergizi dan intervensi sensitif yaitu yang di luar spesifik seperti peningkatan pemahaman tentang gizi dan sebagainya," jelasnya. (TN3)