JAKARTA, TitikNOL - Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi pada Jumat (3/6/2016). Nurhadi akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk tersangka Doddy Aryanto Supeno (DAS).
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan, penyidik kembali memanggil yang ketiga kalinya, karena ada dugaan pemberian uang yang berkaitan dengan pengurusan perkara yang dilakukan DAS tidak hanya sekali dan tidak hanya kepada satu orang.
"Itu salah satu yang ingin dikonfirmasi kepada yang bersangkutan," kata Priharsa saat dikonfirmasi, Jumat (3/6/2016).
Selain itu, penyidik KPK juga masih akan menggali terkait sejumlah dokumen dan uang yang ditemukan penyidik saat dilakukan penggeledahan di rumahnya.
"Ya kita akan konfirmasi temuan dokumen dan uang tersebut," ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Indriati menyatakan, pemeriksaan kepada Nurhadi sebelumnya untuk mengonfirmasi keterlibatannya dalam kasus tersebut dan temuan uang sebesar Rp1,7 miliar oleh penyidik pada saat penggeledahan KPK di kediaman Nurhadi beberapa waktu lalu.
"Ya ada (soal Rp 1,7 miliar), dikonfirmasi mengenai hasil geledah dirumahnya, lalu keterkaitannya dengan kasus-kasus yang disidik," tutur Yuyuk.
Adapun KPK memanggil Nurhadi dalam kasus ini lantaran ia dinilai mengetahui perkara-perkara yang berkaitan dengan kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4/2016) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp50 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu yang ditengarai sebagai uang 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.
KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Bara/red)