LEBAK, TitikNOL – Desakan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) Provinsi Banten, untuk memutus kontrak pelaksana pekerjaan di Situ Ciunem di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak terus menguat.
Desakan datang dari pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Lingkar Analisa dan Kajian Strategi Anggaran (Laksa). Menurut Koordinator Laksa, Yaya Hudaya, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di Situ Ciunem telah molor selama dua bulan dari waktu yang sudah direncanakan di kontrak.
Keterlambatan pengerjaan tersebut kata Yaya, akan berdampak terhadap hasil pekerjaan yang tidak optimal. Yaya pun mengungkap soal penggunaan alat berat (ekscavator) hasil sewa, yang ditengarai tidak sesuai dalam perjanjian sewa yang diusulkan sebelumnya yang dituangkan dalam kontrak. Sehingga patut dipertanyakan uji kelayakan alat berat tersebut dari lembaga atau pihak penguji alat berat yang resmi.
Bahkan Yaya mengaku mendapatkan informasi jika dari sejak awal proses pengerjaan proyek Situ Ciunem, tenaga ahli ukur bukan berasal dari pihak pelaksana melainkan menggunakan tenaga ahli ukur dari pihak BBWSC3 Banten.
"Kontraktor jangan beralasan kalau keterlambatan dalam time scudel (rencana waktu) pelaksanaan molor hingga dua bulan, bukan kesengajaan pihaknya. Apalagi kata mereka alasan saat itu tengah mempersiapkan pengukuran area dan administrasi, jelas ini cuma dalih saja. Yang pasti time scudel pelaksanaan pekerjaan itu sudah terencana dengan matang yang ditentukan oleh tim teknis dan konsultan proyek. Akibat dari molornya rencana kerja awal, akan berdampak pada hasil pekerjaan yang tidak optimal baik secara teknis serta kualitas hasil pekerjaan nantinya," ujar Yaya kepada wartawan, Sabtu (29/4/2017).
Baca juga: Kontraktor Proyek Rehabilitasi Situ Ciunem di Lebak Terancam Diputus Kontrak
Dari hasil pengamatan dan investigasi di lapangan yang dilakukan tim Laksa lanjut Yaya, saat itu pihaknya menemukan ada satu alat berat di lokasi proyek yang tidak beroperasi karena diduga rusak.
"Info yang kami dapatkan, sejumlah alat berat itu disewa dari Haji Ulung warga Koleang Maja batas Jasinga. Nah, pertanyaannya sekarang apakah benar perusahaan Haji Ulung itu selaku penjamin perjanjian sewa alat berat dalam kontrak yang diusulkan sebelumnya, pihak PPK harus dapat menunjukan bukti tersebut. Kalau tidak sesuai dengan perjanjian sewa alat berat yang diusulkan dalam kontrak, kami pikir sebaiknya diputus kontrak saja atau di optimalisasi saja hasil pekerjaan mereka (kontraktor) itu," tandas Yaya.
Selain itu kata Yaya, pihaknya pun mengaku sudah mencium aroma KKN bahwa kontraktor Situ Ciunem yakni PT. Mustika Ayu Rizki, diduga salah satu perusahaan jasa kontruksi pemenang tender proyek yang diduga sudah dikondisikan untuk menjadi pemenang sejak awal tender hingga lelang dilakukan.
"Kabar burung yang kami dapat, perusahaan PT Mustika Ayu Rizki itu punya hubungan kedekatan dengan pihak Dirjen SDA di Kementerian PUPR. Maka kami saat ini tengah melakukan kajian dan analisa dari proses tender hingga lelang dilaksanakan. Kita pelajari juga gambar serta dokumen lain yang tertuang dalam kontrak," imbuh Yaya.
Sementara itu, Teguh, PPK Pembangunan Situ dan Embung pada kantor BBWSC3 Banten belum berhasil dihubungi. Namun, upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak PPK sudah dilakukan melalui Aep selaku direksi pada kantor PPK Pembangunan Situ dan Embung, namun tetap tidak ada respon. (Gun/red)