Minggu, 8 September 2024

Cerita Korban Banjir Kota Serang yang Mengungsi di Saung Terpal, Jemur Nasi Bekas untuk Dijual

Saung terpal yang digunakan korban banjir untuk istirahat (Foto: TitikNOL) 
Saung terpal yang digunakan korban banjir untuk istirahat (Foto: TitikNOL) 

SERANG, TitikNOL - Kawasan Banten Lama di Kecamatan Kasemen, Kota Serang terdampak banjir. Ketinggian air pada 1 Maret 2022 diperkirakan mencapai 2 meter.

Kondisi saat ini, banjir berangsur-angsur mulai surut. Ketinggian air sebetis orang dewasa, masih menggenangi sejumlah titik di halaman Masjid Agung Banten.

Masyarakat sekitar yang terdampak banjir, mengevakuasi diri di wilayah objek wisata Keraton Surosowan.

Di atas dinding bekas Kerajaan Banten, sejumlah warga mendirikan saung seadanya dari terpal.

Saung itu digunakan untuk istirahat sanak keluarga korban banjir. Mereka melepas lelahnya dengan beralaskan terpal.

Terpantau sejumlah warga sedang menikmati makanan ringan sebagai ganjal rasa lapar. Mengingat, alat masaknya tidak dapat digunakan akibat terdampak banjir.

Saat ditemui di Keraton Surosowan, seorang nenek berkaos lengan panjang warna jingga, kerudung hitam, dan mengenakan samping, sedang menaburkan nasi bekas yang tak termakan.

Bungkusan demi bungkusan dibuka untuk dijemur. Terucap kata lumayan di mulutnya sambil tersenyum.

Nasi yang sudah basi tak termakan itu dikeringkan untuk dijual buat pakan bebek. Hasilnya, nanti akan digunakan demi keperluan sehari-hari.

"Biar kering (dijemur). Keujanan (nasinya), buat (pakan) bebek, dijual," katanya saat ngobrol, Rabu (2/3/2022).

Tidak ada sepatah kata pun tentang keluhan meski jadi korban banjir. Warga Lingkungan Kebalen itu masih bersyukur, dirinya bersama keluarga selamat dari banjir.

Dia bilang, mendirikan saung terpal untuk beristirahat bersama anak dan cucunya sejak siang 1 Maret 2022.

"Kemarin siang. Di Kebalen, barusan abis pulang bersih-bersih rumah kotor. Dari rumah (terpal). Kan banjir, takut banjir pindah ke Surosowan," ucapnya.

Ketinggian air yang masuk ke dalam rumahnya setinggi pinggang orang dewasa. Akibatnya, lemari pakaiannya roboh.

"Di kamar segini (menunjukan pinggangnya sebagai ukuran banjir). Lemari pada roboh," tuturnya.

Ia mengaku tidak pindah ke posko pengungsian lantaran sudah melihat cucunya tidur pulas di saung terpal.

Terlebih, posko pengungsian baru didirikan pada waktu malam. Sehingga, sang nenek lebih memilih menjaga cucunya yang lelap tidur.

"Ada di situ (posko), saya sudah di sini (Surosowan). Sudah tiduran anak-anak (cucu). Malam (didirikan poskonya), jadi ketinggal," terangnya.

Sang nenek akan pindah dari saung terpal jika rumahnya sudah bersih dari lumpur banjir.

"Di sini (saung terpal) biar kering dulu rumahnya, baru pindah (ke rumah)," tutupnya. (TN3)

Komentar