Senin, 25 November 2024

Warga di Cilegon Protes Tanah Wakaf Dikomersilkan, Ini Penjelasan Pengacara Sandy

Rumbi Sitompul selaku pengacara Sandy yang merupakan ahli waris dari KKumalawati saat memberikan keterangan kepada wartawan. (Foto: TitikNOL)
Rumbi Sitompul selaku pengacara Sandy yang merupakan ahli waris dari KKumalawati saat memberikan keterangan kepada wartawan. (Foto: TitikNOL)

CILEGON, TitikNOL - Pihak persorangan yang disebut masyarakat Lingkungan Kadipaten, Kekurahan Kedaleman, Kecamatan Cibeber akan membangun gudang di tanah wakaf di Jalan Ahmad Yani Kota Cilegon akhirnya buka suara.

Rumbi Sitompul selaku pengacara Sandy yang merupakan ahli waris dari Kumalawati menjelaskan, tanah 2.600 meter persegi yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Cibeber, Cilegon itu secara hukum milik almarhum Kumalawati alias Giok yang diwariskan kepada anak adopsinya bernama Sandy. Tanah itu dibeli dari dokter Husen Daud dan Odora sekitar tahun 2000-an.

"Jadi kita gak tahu itu masalah apakah tanah itu dari wakaf atau apa kita gak mengerti, karena Ibu Kumalawati membeli dari Dokter Husen Daud sama Nyonya Odora. Ini melalui proses jual beli, katakanlah legalitas pembayarannya sudah, sudah balik nama atas nama Ibu Kumalawati, dan itu sekian tahun yang lalu, bukan baru," ungkap Rumbi kepada wartawan saat dikonfirmasi, Selasa (2/8/2022).

Rumbi mengaku, dirinya mendengar informasi bahwa tanah yang saat ini milik kliennya itu dipermasalahkan lantaran diklaim sebagai tanah wakaf pada seminggu yang lalu.

Atas dasar informasi tersebut, Rumbi berinisiatif bertemu dengan beberapa tokoh masyarakat di antaranya Lurah Kedaleman, RW dan wakilnya, serta mantan Ketua DKM Masjid Al-Ikhlas.

"Dalam pembicaraan itu mereka (tokoh masyarakat) benar mengatakan itu dulu tanah wakaf awalnya, tetapi atas dasar kesepakatan masyarakat itu dijual kepada Dokter Husen Daud, yang beli pertama Husen Daud, lalu setelah dimiliki Husen Daud sebagian dijual ke Odora ini. Peristiwa itu terjadi sekitar di bawah tahun 90-an jual beli itu, saya ada rekamannya," jelasnya.

Setelah tanah wakaf itu dijual atas dasar kesepakatan masyarakat, lanjut Rumbi, hasil penjualannya digunakan untuk membangun masjid Al-Ikhlas yang saat ini berdiri di Lingkungan Kadipaten.

"Hasil penjualannya uangnya membangun masjid Al-Ikhlas yang sekarang. Jadi benar itu tanah wakaf, tapi tanah wakaf yang sudah disepakati masyarakat untuk dijual, jadi gak ada masalah dengan pihak bapak (Mat Peci)," katanya.

Diberitakan sebelumnya juga, pihak yang tergugat di Pengadilan Negeri Serang dan Pengadilan Tinggi Bandung adalah Giok, namun ternyata menurut Rumbi, yang digugat saat itu adalah Dokter Husen Daud dan Odora selaku pembeli pertama sebelum dijual kepada Giok.

"Dulu waktu terjadi jual beli itu sudah dipermasalahkan oleh orang tuanya Pak Haji Nuruddin (Mat Peci) ini, di mana saat itu digugat secara perdata Dokter Husen Daud kemudian yang menjualnya itu itu dilaporkan secara pidana. Penasaran dengan itu, saya cari dokumen putusan pengadilannya, saya cari dan dapat, memang benar. Jadi perkara itu tahun 90 an gugatan perdatanya sampai PK 2003, dimenangkan lah Husen Daud ini. Artinya keabsahan tanah itu milik Husen Daud," ungkapnya.

"Tapi itu sudah dimenangkan Husen Daudnya sebagai pemiliknya dan yang dilaporkan secara pidana itu bebas, itu yang kami tahu. Makanya Husen Daud mensertifikatkan tanah itu, kemudian dia jual sebagian ke Nyonya Odora tadi lalu sekian tahun dijual ke Ibu Kumalawati (Giok)," sambung Rumbi.

Dengan rangkaian sejumlah peristiwa itu, akhirnya Rumbi kembali menegaskan, tanah ribuan meter persegi itu secara hukum dan sah milik Giok yang dibeli dari Dokter Husen Daud dan Odora.

"Walaupun tadinya itu disebut tanah wakaf tapi penjualan tanah wakaf itu sendiri dibenarkan oleh hukum. Di situ saya lihat alasan-alasan hukumnya boleh dijual atas kesepakatan masalah umat, begitulah pertimbangan hukumnya maka disampaikan lah bahwa penjualan itu sah, jadi dikuatkan lah tanah itu milik Husen Daud, lalu dijual ke Ibu Kumalawati (Giok) kemudian balik nama," ujarnya.

Di sisi lain, Rumbi juga menyayangkan atas adanya pengerahan massa yang berdemonstrasi di tanah tersebut. Menurutnya, hal itu adalah suatu bentuk penekanan terhadap kliennya.

"Kita kalaupun bertemu kita bukan manusia yang gak punya nurani karena kita asas musyawarah mufakat itu, tapi ini kan bukan cara musyawarah mufakat menggerakkan massa, ini cara penekanan," ujarnya.

Ia juga mempersilakan kepada pihak Mat Peci untuk menempuh jalur hukum jika terkait penjualan tanah wakaf itu dipandang terdapat pelanggaran hukum.

"Kita ini kan negara hukum, kalau ada sisi lain yang menurut pengacaranya ada hal-hal yang merupakan cacat hukum, pelanggaran hukum gugat saja," kata dia. (Ardi/TN3).

Komentar