TitikNOL - Salah satu yang memikat warga untuk menyambangi Angkringan Lek Man di bagian utara Stasiun Tugu, Yogyakarta adalah Kopi Jos. Kopi Jos yang penyajiannya dapat dilihat langsung oleh pelanggan ini membuat angkringan Lek Man menjadi lebih spesial. Minuman legendaris ini benar-benar membuat orang terperangah saat melihat cara pembuatannya.
Kobar (45), putra pertama Lek Man memperlihatkan cara meracik kopi tersebut. Dia memasukkan bara merah ke dalam segelas kopi. Seketika suara gemericik dan letupan uap bara pun muncul di permukaan kopi. “Waktu bara di masukkan ke dalam kopi bunyinyakan jooos, makanya dinamakan Kopi Jos,” tutur putra pertama Lek Man itu.
Namun, racikan kopi yang digunakan pun tidak sembarangan. Sejak 1980-an, Kobar, sang bapak setia memakai kopi bermerk Murni untuk membuat Kopi Jos. Perpaduan antara kopi dan aroma bara ini menciptakan cita rasa tersendiri yang mampu memikat para pecinta kopi.
Selain memiliki pelanggan dalam negeri, Kopi Jos Lek Man juga memiliki penggemar mancanegara. Seperti Singapura, Jerman, dan Malaysia. Kobar mengatakan, mereka secara berkala datang ke angkringan Lek Man hanya untuk menikmati kopi jos.
“Pelanggan yang dari Singapura sampai suka mengajak keluarganya ke sini kalau sedang main ke Yogyakarta,” kata Kobar sambil tersenyum. Sementara pelanggan dari Jerman sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati bergelas-gelas kopi jos.
Sama halnya seperti Sukma (27). Wisatawan lokal itu sengaja datang ke Angkringan Lek Man hanya untuk menikmati kopi jos. Menurutnya kopi jos memiliki keunikan rasa tersendiri. “Rasa manis dan pahitnya pas,” tutur perempuan berjilbab itu.
Bahkan menurutnya, kopi jos memiliki keunggulan dari kopi lain. Di mana suhu panas kopi bisa bertahan lama meskipun disimpan di ruang terbuka. Sukma menuturkan, keunikan inilah yang membuat kenikmatan menyeruput kopi jos semakin bertambah.
Selain memiliki cita rasa khas, kopi jos kerap kali jadi pilihan wisata kuliner karena harganya yang sangat terjangkau. Saat ini Kobar membandrol kopi khas Yogyakarta itu seharga Rp 4.000 per gelas. Dalam sehari ia bisa menghabiskan 15 bungkus serbuk Kopi Murni dan sekarung arang untuk membuat kopi jos.
Kobar mencerikan, awalnya sang ayah hanya berjualan minuman dengan berkeliling di sekitar Kota Yogyakarta. Pada 1960-an Lek Man memutuskan untuk membuat warung angkringan di sekitar Jalan Mangkubumi, lalu pindah ke utara Stasiun Tugu.
Kemudian pada 1980-an, pria asal Klaten itu menemukan racikan kopi jos, hingga akhirnya diikuti penjual angkringan lain dan memiliki banyak penggemar seperti sekarang. “Dulu awalnya penggemar kopi jos ya hanya pegawai stasiun dan tukang becak di sini,” ujar Kobar. Namun sekarang, pecinta kopi jos sudah berkembang hingga ke belahan dunia.
Seiring dengan semakin ramainya angkringan Kopi Jos Lek Man, sang maestro pun memutuskan untuk berhenti berjualan. Saat ini Lek Man memilih bertani di Klaten. Sementara usaha angkringannya diteruskan oleh sang anak dan adiknya.
Sumber: www.republika.co.id