SERANG, TitikNOL - Tindak pidana korupsi nampak tidak pernah lenyap di bumi Ibu Pertiwi. Prilaku picik untuk memperkaya diri itu selalu bergentayangan dan menggerogoti Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang notabenenya demi mensejahterakan rakyat.
Di tahun 2021, masyarakat Banten dipertontonkan dengan kasus korupsi. Tidak tanggung-tanggung, tiga pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara itu telah menyandra Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Ketiga kasus tersebut, saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Berdasarkan catatan TitikNOL, total keseluruhan abdi negara di Pemprov yang ditetapkan tersangka sebanyak lima orang.
Dari kasus dugaan pemotongan pada dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) telah ditetapkan 5 tersangka. Tiga di antaranya merupakan ASN yakni AG pegawai honorer di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra), IS mantan Kabiro Kesra Banten dan T sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kemudian, dugaan korupsi pada pengadaan lahan gedung Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Malingping, dengan ditetapkan satu tersangka sebagai aparatur sipil negara (ASN) berinisial SMD sebagai kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Samsat Malingping.
Selanjutnya, dugaan korupsi pengadaan masker dengan menetapkan 3 tersangka. Satu tersangka adalah ASN pada Dinkes Banten berinisial LS.
Pemerhati kebijakan publik, Feby Maulana Sastradijaya mengatakan, permasalahan kasus yang terjadi di beberapa instansi Pemprov Banten, telah menunjukan bobroknya tatanan reformasi birokrasi tidak berjalan dengan baik. Sehingga akhirnya memberikan dampak negatif terhadap proses pembangunan di Banten.
"Ini pastinya juga membawa dampak tidak baik, bahwa Banten sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara (DKI Jakarta) dalam melakukan percepatan pembangunan sesuai arahan pemerintah pusat tidak maksimal," katanya kepada TitikNOL, Sabtu (5/6/2021).
Menurutnya, tindak pidana KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) menjadi sorotan utama yang harus diperhatikan, agar kinerja dan tugas para penyelenggara negara sesuai pada relnya. Sehingga hasilnya, upaya pencapaian pelaksanaan program pembangunan akan berjalan dengan baik.
"Sebagai putra daerah merasa prihatin dan menyayangkan apa yang ditunjukan oleh kebijakan pemerintah saat ini, membuat masyarakat kecewa. Konflik internal dan kekisruhan kasus-kasus korupsi yang dipertontonkan hanyalah ibarat mencoreng muka sendiri. Saat ini masyarakat Banten butuh solusi, bukan hanya ribut soal kepentingan pribadi dan golongan. Tapi bagaimana untuk dapat mengimplemtasikan pembangunan secara nyata bersama sama," jelasnya.
Dari informasi yang di dapat, lanjut dia, pada proses lelang tender yang dilakukan oleh unit layanan pengadaan (ULP) barang/jasa di Pemprov Banten, harus diperhatikan dan dikawal dengan baik agar tidak terjadi hal yang tak di inginkan. Meskipun sistem lelang dilakukan secara transparansi melalui LPSE sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh lembaga pusat atau LKPP, ternyata masih banyak yang main-main dengan aturan.
"Benar seperti apa yang disampaikan Presiden bapak Jokowi dalam pidatonya bahwa 'jabatan yang dimiliki para pelaku kebijakan di negara ini, seharusnya jangan dilakukan dengan sewenang wenang'. Namun terkadang kala digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk memenuhi hasrat kepentingan pribadinya," ungkapnya.
Ia menerangkan, proses persaingan usaha sehat yang dilakukan LPSE Banten, seharusnya memberikan keadilan bagi pengusaha. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak temuan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang atau proyek titipan oknum tertentu yang mengatasnamakan kekuasaan.
"Untuk itu kami berharap dan mengajak kepada seluruh elemen masyarakat dan pihak yang terkait khususnya pihak penegak hukum, untuk dapat mengawal pembangunan ini menjadi lebih baik serta mendorong pembangunan SDM atas iman dan takwa dapat tercapai," terangnya. (TN1)