SERANG, TitikNOL – Bawaslu Banten mencatat, ada 10 Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) di Kabupaten Serang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Hal itu diketahui, setelah hasil swab para pengawas keluar pada tanggal 7 Desember 2020.
Ketua Bawaslu Provinsi Banten Didih M. Sudi mengatakan, ada 90 pengawas di Kabupaten serang yang dilakukan swab pada tanggal 4 Desember 2020. Dari jumlah itu, diketahui 10 orang positif Covid-19. Kemudian, untuk mencegah penularan, Bawaslu menggantikan pengawas yang positif dengan pengawas yang lain.
“Ada yang menolak di swab, yaitu mengundurkan diri. Ada di swab 90 orang, ada yang psoitif 10. Yang 10 itu tidak ditugaskan di TPS. Karena di tes tanggal 4 Desember 2020 dan keluar tanggal 7 Desember 2020,” katanya kepada awak media, Selasa (15/12/2020).
Ia mengaku, belum ada pemeriksaan ulang rapid test kepada seluruh unsur pengawas pasca pencoblosan. Untuk itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan satgas percepatan penanganan Covid-19 dalam rangka menangani hal ini.
“Kami akan berkoordinasi dengan satgas pasca Pilkada ini,” ungkapnya.
Komisioner Bawaslu Banten Nuryati Solapari menambahkan, pihaknya harus meastikan pengawas Pemilu sehat dan tidak terpapar Covid-19. Maka, Bawaslu melakukan tes kesehatan. Dari empat kabupaten dan kota yang menggelar Pilkada di Banten, hanya 10 pengawas di Kabupaten yang yang positif.
Dari data Bawaslu pada hasil rapid test tahap pertama, Kota Cilegon itu PTPS sejumlah 784, reaktif 52, non raktif 729, tidak hadir ada 3. Untuk Tangsel, PTPS sejumlah 2963, reaktif 177, non raktif 2736, tidak hadir 50. Pandeglang, PTPS sejumlah 2243, reaktif 8, non raktif 2211, tidak hasir 24. Kabupaten Serang, PTPS 3065, reaktif 114, non reaktif 2949, tidak hadir 2.
“Posisi pengawasan di 4 kabupaten, kota, terdapat 10 pengawas positif terdapat di Kabupaten Serang. Untuk Tangsel, Cilegon, Pandeglang clear, tidak ada. Karena ada kewajiban pengawas disetiap TPS, maka itu digantikan dengan PKD atau pengawas tangka desa karena waktunya sudah mepet. Kami sudah melaksanakan upaya pemeriksaan rapid pertama, rapid kedua, lalu swab,” tambahnya.
Ia menjelaskan, terkait adanya klater baru penyebaran Covid-19 pada pelaksanaan Pilkada, itu harus dilihat menggunakan data perbandingan pra pemungutan suara dan pasca pencoblosan.
Namun di sisi lain, ia mengakui ada kekosongan regulasi terhadap saksi. Mengingat, dalam PKPU omor 18 tahun 2020 tidak ada aturan saksi Paslon wajib menyerahkan bukti hasil rapid test seperti pengawas dan penyelenggara Pemilu.
“Memang betul, dalam regulasi PKPU nomor 18 tahun 2020 tidak menyebutkan salah satu kalusul pun yang menyatakan bahwa saksi Paslon itu harus menyerahkan hasil rapid tes, ini dalam regulasi. Tapi dalam tanggung jawab moral seharusnya dalam konteks disiplin Covid-19, itu menjadi tanggung jawab seluruh elemen yang ada di TPS. Karena TPS harusnya tempat yang steril dari Covid-19,” jelasnya.
Sehingga, Bawaslu tidak memiliki kewajiban untuk memeriksa saksi Paslon terkait hasil tes kesehatan bebas dari virus corona.
“Karena tidak ada klausul dalam PKPU, maka tidak ada kewajiban Bawaslu mengawasi hal tersebut. Karena Bawaslu bekerja ketika aturan itu diatur dalam sebuah regulasi, maka itu kewajiban Bawaslu. Apakah itu kekosongan hukum? Tentu iya. Faktor kelupaan, kelalayan, karena kita tersadarnya setelah menjelang pemungutan suara,” tukasnya. (Son/TN1)