SERANG, TitikNOL – Dewan Kesenian Banten (DKB), mencoba mendorong kesadaran masyarakat Banten terhadap maritim atau kelautan melalui puisi. Hal ini lantaran kesadaran tersebut sudah mulai terkikis di tengah masyarakat.
Wacana tersebut mengemuka, saat peluncuran buku puisi berjudul Gelombang Puisi Maritim (GPM), yang terdiri dari 100 penyair Indonesia yang digagas oleh DKB.
Ketua Komite Sastra DKB, Wahyu Arya mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan perdana DKB dari Komite Sastra.
“Kegiatan ini memang sengaja diberi tema kemaritiman, karena kesadaran tersebut selama ini mulai terkikis di tengah masyarakat kita. Padahal selama ini kesadaran nusantara itu tidak bisa lepas dari kesadaran adanya laut. Konektivitas keindonesiaan kita terjalin melalui adanya laut,” kata Wahyu, usai peluncuran buku GPM, di Musium Negeri Banten, Kota Serang, Kamis (28/4/2016).
Ia juga mengatakan, kesadaran maritim sengaja diusung DKB, di tengah-tengah kondisi masyarakat yang berpikir darat.
“Proyek reklamasi yang menciptakan gejolak karena kesadaran maritim menghargai keseimbangan alam, bahwa kesadaran terhadap laut mulai pudar di tengah masyarakat kita,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, dihadirkan dua narasumber, yakni Maman S. Mahayana selaku kritikus sastra dan Arip Senjaya, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Kota Serang.
“Kegiatan puisi harus terus dikembangkan dan dilanjutkan. Kegiatan ini harus ditempatkan sebagai usaha DKB dalam menyebarkan kesadaran pada masyarakat tentang laut. Bagaimana cara kita mencintai laut lewat puisi,” kata Maman disela acara.
Sementara itu, Arip Senjaya mengatakan, puisi dan tema laut kali ini bisa disambungkan oleh bahasa.
“Puisi umpama ruang yang ingin diwujudkan oleh desakan tema, dan tema mengambil bahasa sebagai peraturannya. Tema adalah dunia, dan bahasa adalah cerminnya,” ujar Arip.
Ia juga menambahkan, bahwa laut merupakan kata yang paling dekat dengan laut bagi banyak puisi dalam kumpulan buku ini.
“Laut bagi ‘laut’ adalah pasangan pengertian. Kita mengenal laut dari kata laut, sebagai pintu pengertian pertama: penamaan. Saya melihat, laut dalam puisi-pusi ini, kelihatannya lebih menarik ketimbang tema keindonesiaan, dan ini tanda bahwa keluasan, kebebasan, kemerdekaan, adalah cita-cita para penyair," pungkasnya. (Why/red)