Perangi Hoax di Pilkada, IWO Banten Gelar Diskusi Gandeng Kapolres dan Panwaslu

Ikatan Wartawan Online (IWO) Banten saat gelar diskusi bersama Polres Serang Kota di kafe Salbai 34 Venue, Jalan Saleh Baimin Nomor 38, Kota Serang, Senin (12/3/2018). (Foto: TitikNOL)
Ikatan Wartawan Online (IWO) Banten saat gelar diskusi bersama Polres Serang Kota di kafe Salbai 34 Venue, Jalan Saleh Baimin Nomor 38, Kota Serang, Senin (12/3/2018). (Foto: TitikNOL)

SERANG, TitikNOL - Hoax merupakan musuh bersama yang berpotensi menyebabkan disintegrasi bangsa. Potensi yang sama juga bisa terjadi menjelang tahun politik di Banten yang akan menyelenggarakan Pilkada 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019 mendatang.

Hoax menurut akademisi sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Iniversitas Serang Raya, Abdul Malik, dalam ranah politik bisa dimodifikasi sebagai bisnis yang berperan untuk menjatuhkan lawan politik. Hal tersebut membuat posisi hoax bisa menggeser lembaga survei dalam mempengaruhi opini publik.

"Pertama karena hoax menjanjikan, mudah dibuat dAn mudah disebar," kata Abdul Malik dalam diskusi bertajuk Tangkal Hoax di Tahun Pilkada yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) Banten bersama Polres Serang Kota di kafe Salbai 34 Venue, Jalan Saleh Baimin Nomor 38, Kota Serang, Senin (12/3/2018).

Hal tersebut menurut Malik harus disikapi oleh pihak terkait seperti polisi dan Panwaslu, untuk meredam hoax berkembang menjadi lebih besar. Sebab, Malik melanjutkan hoax bukan hanya ada di tahun politik. Teknologi komunikasi menurut Malik merupakan media yang paling ampuh menyebarkan hoax di tengah masyarakat.

"Dari dulu hoax ini sudah ada bahkan di zaman Nabi Muhammad. Namun dengan teknoligi komunikasi yang ada sekarang hoax lebih tersebar dengan mudah dan masif," kata Malik.

Lebih jauh Malik menilai, hoax bukan hanya disebarkan oleh individu dan kelompok tertentu. Bahkan negara dalam kasus tertentu juga menyebarkan hoax untuk menguji stabilitas warganya. Oleh karena itu, ia menyarankan perlu dilakukan pola komunikasi persuasif untuk menekan hoax di tengah masyarakat.

"Bukan hanya semata Undang Undang namun pendekatannya lebih mengedepankan pendekatan kultural. Karena ini kaitan dengan etika dalam berkomunikasi. Agama sebagai basis etika penting memagari prilaku sosial kita, termasuk prilaku komunikasi," jelasnya.

Ketua Panwaslu Kota Serang Rudi Hartono menambahkan, bahwa fenomena hoax di Plgub Banten 2017 menjadi pelajaran berharga dalam melalui hajat Pilkada. Kendati demikian, ia mengakui bahwa hingga saat ini belum ada aturan yang pasti khusus mengatur mengenai hoax.

"Belum ada yang dapat menjerat hoax ini. Undang Undangnya belum disiapkan. Paling kita dapat jerat akun asli yang didaftarkan oleh Paslon yang bisa kita awasi. Kalau itu bisa masuk dalam kategori pelanggaran di kita karena melanggar ketentuan kampanye," kata Rudi.

Untuk akun anonim di media sosial, pihaknya tidak bisa melakukan penindakan. Rudi sepakat jika dikatakan bahwa hoax merupakan kejahatan demokrasi saat ini.

"Bawaslu, KPU RI sudah bekerja sama dengan Menkominfo untuk menutup akun yang menyebar hoax untuk Pilkada. Baru sebatas itu kewenangannya," jelasnya.

Sementara itu, Kapolres Serang AKBP Komarudin melihat fenomena hoax ini tidak sebatas membahayakan pelaksanaan hajat demokrasi. Lebih dari itu, hoax dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa.

Momentum Pilkada, diakui Kapolres Serang bisa menjadi sasaran bagi penyebaran hoax ke tengah masyarakat.

"Terbukti masih banyak masyarakat kita tidak sadar dengan informasi yang dapat memecah situasi dan membuat kondisi tidak nyaman," jelasnya.

Informasi mengenai ancaman terhadap ulama yang dilakukan oleh orang gila di Kota Serang merupakan salah satu sinyalemen yang sudah terjadi.

"Ini membuat masyarakat tidak nyaman dengan kegaduhan yang tidak benar," imbuhnya.

Tidak hanya pada momen Pilkada, Kapolres berharap masyakat bijak dalam menyikapi segala informasi yang ada. Dengan memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkannya melalui media sosial adalah bantuk bijak dalam menggunakan media sosial. (red)

Komentar