SERANG, TitikNOL - Persidangan kasus dugaan korupsi masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten masuk pada agenda pemeriksaan saksi-saksi. Hal itu untuk mengungkap kejelasaan kegiatan yang dinilai telah merugikan keuangan negara Rp1,680 miliar.
Ada tiga saksi yang dihadirkan hari ini, Rabu (4/8/2021). Di antaranya, Kania sebagai tim uji teknis dan evaluasi pembantu Pembuat Pejabat Komitmen (PPK). Kemudian Abdul Rohman dan Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti.
Sidang itu atas terdakwa Wahyudin Firdaus selaku Direktur PT. RAM dan terdakwa Agus Suryadinata pengguna PT. RAM.
Dalam sebuah pemelihan pemenang penyedia barang, saksi Kania mengaku bertemu dengan terdakwa Agus berawal dari pesan whatshapp. Saat itu terdakwa memperkenalkan diri dan hendak memberikan penawaran pengadaan masker atas perintah Kadinkes Banten.
“Kalau bahasa, 'asalaumalaikum bu Kania, saya diperintahkan bu Kadis untuk menawarkan masker'. Saya jawab silahkan mangga (boleh)," katanya saat memberikan kesaksian.
Ia mengaku tidak mengetahui nomornya didapatkan dari mana saat Agus memberikan pesan. Ditambah saat itu, banyak penawaran yang masuk ingin menjadi penyedia masker.
“Banyak sekali (datang menawarkan pengadaan barang). Pak Agus, waktu itu whatshapp saya, saya nggak tahu dapat nomor saya dari mana. Menghubungi saya atas perintah bu Kepala Dinas," ungkapnya.
Baca juga: Kadinkes Banten Sebut Perubahan RAB Pengadaan Masker KN-95 Akibat Kondisi Darurat
Setelah melakukan uji spesifikasi izin dan kesanggupan menyediakan masker sebanyak 15 ribu dengan harga Rp220 perbuah, kemudian saksi memaparkan di forum rapat kepada pehabat Dinkes. Hingga akhirnya disetujui PT. RAM sebagai penyedia barang.
“Betul (saat rapat di dinkes). Hanya membawa satu bundel comopeny profil. Tidak memeriksa (jabatan Agus). Dasar nama perusahaan surat izin dan saya cek, betul (di aplikasi daftar izin kemenkes)," paparnya.
Namun di sisi lain, tugasnya sebagai tim pembantu PPK atas perintah lisan dari Kadinkes. Sebab, tugasnya berhubungan dengan jabatannya yang kala itu menjadi Kasi Kefarmasi dan Pangan.
"Saya lupa kapan menerima SK, tepatnya. Tapi saya bergerak atas perintah langsung lisan Kepala Dinas. Saya diberitahu tapi saya lupa kapan. Kalau tanggal tepatnya saya lupa. Belum memerima (SK). Di tahun 2021, tapi saya lupa. Iya (setelah temuan BPKP)," jelasnya.
Sementara itu, Kadinkes Banten Ati membantah memerintahkan terdakwa Agus untuk menghubungi Kania. Pihaknya berdalih, pencatutan namanya sebagai Kadinkes sudah kerap terjadi.
“Biasanya kalau yang namanya kepala dinas banyak orang yang mengatasnamakan kepala dinas. Tapi ibu cek,” dalihnya kepada Majelis Hakim anggota.
Ati berani bersumpah tidak memerintahkan hal tersebut. Bahkan, pihaknya mengaku bertemu dengan terdakwa Agus usai adanya audit kerugian negara dari BPKP.
“Tidak (pernah memerintahkan Agus menghubungi Kania), iya betul. Iya (ketemu setelah pengadaan). Pas pengadaan tidak,” paparnya.
“Terakhir ketemu dia (terdakwa Agus) waktu membereskan permasalahan ini agar membayar dengan Agus, dengan pak Wahyudin saya tidak ketemu. Yang menyerahkan atas nama tuan Wahyudin, tanah yang di atasnya ada bangunan,” tambahnya.
Ia beralasan, penunjukan pemenang penyedia barang dari PPK. Dirinya hanya bertugas memberikan pengarahan sebagai pengguna anggaran.
“Yang penunjukan langsung yang menunjuk itu PPK. Bukan (kewenangan). (Tugas Kadinkes) Melakukan identifikasi kebutuhan,” tuturnyan (TN1)