TitikNOL - Dipandang dari sisi psikologis ketika berhubungan intim, pencapaian ejakulasi wanita ternyata dapat menjadi kepuasan tersendiri bagi kaum pria karena seakan-akan menjadi tanda keperkasaan seksual pria di ranjang. Tetapi rupanya para peneliti belum bersepakat tentang asumsi tersebut karena makna dari ‘ejakulasi wanita’ itu sendiri masih diteliti hingga kini.
Ejakulasi sebenarnya lebih sering menjadi pembahasan saat membicarakan seksualitas pria. Dalam hal ini, ejakulasi diartikan sebagai keluarnya cairan mani berisi sperma dari saluran reproduksi pria. Momen ini umumnya menandai tercapainya orgasme pada pria.
Tidak seperti ejakulasi pada pria yang telah jelas, ejakulasi pada wanita atau yang sering disebut dengan ‘gushing’ atau ‘squirting’ ini masih menyimpan banyak pertanyaan akan keberadaannya. Ejakulasi wanita diartikan sebagai kondisi saat vagina wanita mengeluarkan sejumlah cairan bening saat berhubungan seksual. Situasi ini sebenarnya termasuk jarang terjadi. Ejakulasi wanita ini biasanya terjadi saat merasakan rangsangan ataupun saat orgasme.
Peneliti menduga bahwa hanya sebagian kecil wanita saja yang mengalami ejakulasi semacam ini. Para wanita ini pun tidak selalu mengalami ejakulasi tiap kali berhubungan seksual. Ada yang secara teratur, tapi ada juga yang hanya sekali seumur hidup.
Tanda-tanda pada Wanita Tidak Terlihat Jelas
Baik pria maupun wanita, umumnya sama-sama mengalami setidaknya empat tahapan sebelum mencapai klimaks, kesenangan, plateau, orgasme, dan pemulihan. Di tahap kesenangan, vagina mulai mengembang. Klitoris, bibir dalam dan luar, serta kadang-kadang payudara akan terasa bengkak. Sementara di tahap plateau, klitoris mulai masuk. Labia bagian dalam bibir berubah dari merah muda menjadi merah cerah, atau menjadi ungu tua pada wanita yang sudah memiliki anak.
Saat orgasme, dinding vagina berkontraksi secara ritmik tiap 8-10 detik. Jumlah dan kekuatan kontraksi dinding vagina bervariasi pada tiap orgasme. Otot-otot rahim juga berkontraksi. Perubahan-perubahan fisik tersebut memang sulit dicermati sehingga tanda-tanda menuju klimaks, apalagi ejakulasi wanita, menjadi susah untuk dikenali.
Pria pada umumnya dapat mengalami ejakulasi selama penetrasi, tetapi ejakulasi wanita, jika ada, membutuhkan waktu setidaknya 15 menit lebih lambat daripada pria. Dengan kata lain, sangat jarang keduanya mencapai orgasme di saat yang bersamaan.
Cairan Ejakulasi Wanita Bukanlah Urine
Berdasarkan kepada penelitian sebelum era 1980-an, cairan yang keluar saat ejakulasi ini diduga sebagai urine, terutama pada wanita yang telah memiliki anak. Ini membuat wanita yang mengalaminya dianggap perlu melatih otot panggul agar urine tidak lagi bocor. Sebenarnya banyak wanita yang memang mengeluarkan sedikit urine saat berhubungan seksual, tapi cairan ini umumnya keluar bukan saat orgasme, melainkan saat foreplay dan saat penetrasi.
Penelitian-penelitian lebih lanjut kemudian menyatakan bahwa cairan ini muncul dari kelenjar Skene yang terdapat di dekat saluran kencing. Hal ini dikukuhkan dengan penelitian lain yang menyebut bahwa cairan ini ternyata tidak mengandung urea atau kreatinin seperti urine. Satu pembuktian, warnanya yang bening tidak menyebabkan noda kekuningan pada sprei atau kain sebagaimana efek yang ditimbulkan oleh urine. Hasil penelitian lain menemukan bahwa cairan ejakulasi wanita tersebut mengandung bahan kimia yang kandungannya serupa dengan yang diproduksi prostat pada pria, seperti fruktosa dan glukosa.
Dibandingkan volume cairan mani yang dikeluarkan pada ejakulasi pria, cairan yang keluar pada ejakulasi wanita tergolong sedikit. Manfaat cairan ini pun masih diperdebatkan. Ada yang menyebutnya sebagai pelindung dari infeksi saluran kencing atau anti mikroba. Ada juga yang menyebut bahwa keluarnya cairan ini hanyalah bagian dari proses pelumasan vagina sebagai persiapan penetrasi penis.
Walau demikian, hingga kini masih dibutuhkan banyak penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi tahap ejakulasi wanita ini karena belum ada kesimpulan besar tentang ejakulasi wanita. Penelitian-penelitian yang telah dikumpulkan belum dapat menyamaratakan kondisi ini karena melibatkan jumlah partisipan yang tidak banyak dan umumnya bersifat selektif.
Sumber: www.alodokter.com