Jum`at, 22 November 2024

Memanfaatkan Buah Nanas Sebagai Antibiotik

Ilustrasi buah Nanas. (Dok: Pleisbilongtumi)
Ilustrasi buah Nanas. (Dok: Pleisbilongtumi)

TitikNOL - Menjelang lebaran, buah nanas kerap diolah menjadi selai untuk isi kue khas Hari Raya Idul Fitri, yaitu nastar. Biasanya, buah nanas pun kerap dijadikan olahan dalam minuman segar seperti es buah, cocktail, ataupun sebagai salah satu buah dalam rujak. 

Kini, buah tropis ini tidak hanya memiliki manfaat untuk dikonsumsi saja, para ilmuwan percaya bahwa enzim yang mereka temukan pada batang dan akar dari buah nanas, dapat membantu memerangi bakteri yang resisten atau kebal terhadap obat.

Adanya bakteri tersebut, diperkirakan dapat membunuh 10 juta orang per tahun pada 2050. Oleh karena itu, pencarian bentuk-bentuk baru bagaimana membunuh bakteri menjadi tantangan besar bagi komunitas ilmiah.

Sekarang, para ilmuwan Australia telah menemukan bahwa enzim yang ditemukan dalam nanas dapat menyembuhkan diare pada anak babi. Temuan ini dikatakan bisa menjadi sangat penting, karena manusia dan babi sangat mirip dalam hal anatomi dan fisiologi. Tak hanya itu, penemuan ini pun dijadikan harapan oleh para ilmuwan untuk memerangi bakteri super yang kebal terhadap antibiotik.

Ahli biokimia di LaTrobe University di Melbourne, Australia, Rob Pike mengatakan enzim yang digunakan untuk mengobati anak babi mungkin dapat bekerja dengan baik pula pada manusia.

"Penggunaan sembarang antibiotik telah mengakibatkan bakteri kebal dan ini memberi kontribusi pada peningkatan bakteri," kata Pike kepada Sydney Morning Herald.

Dalam mengantisipasi perlawanan terhadap bakteri tersebut, para ilmuwan berharap enzim dalam nanas ini bisa menjadi kunci untuk mengembangkan pengobatan baru.

Tidak seperti antibiotik yang langsung menargetkan pada bakteri, tiga enzim yang ditemukan pada nanas mengambil tindakan untuk menyulitkan bakteri menempel pada sel-sel usus dan menghentikan diare. Profesor Pike juga menambahkan bahwa cara ini dapat menjadi pengobatan baru bagi diare.

Ketiga enzim yang dimaksud disebut dengan bromelain dan pertama kali ditemukan pada 1930-an. Namun, baru 30 tahun yang lalu bahwa kualitas antibiotik mereka ditemukan.

"Momentum ini untuk mengembangkan alternatif terhadap antibiotik yang ada sekarang karena orang percaya antibiotik akan segera tiada dan perlu sesuatu yang dapat menggantikannya," kata Pike.

 

 

 

 

 

 

Sumber: www.cnnindonesia.com

Komentar