Sabtu, 23 November 2024

Serangga Dianggap Sebagai Makanan Potensial di Masa Depan

Ilustrasi. (Dok: pinterest)
Ilustrasi. (Dok: pinterest)

TitikNOL - Periset menemukan bahwa serangga dapat menjadi sumber zat besi, magnesium, dan nutrisi lain layaknya daging merah. Sudah siapkah Anda makan serangga?

Sebenarnya ide santap serangga bukanlah hal baru di dunia, termasuk Indonesia. Ada banyak makanan olahan di negeri ini yang berbahan dasar serangga. Misalnya saja ulat sagu yang dijadikan kudapan di Papua, jangkrik goreng dari Ciamis, botok tawon, kepompong jati goreng dan rempeyek laron dari Jawa Timur.

Organisasi Pangan Dunia (FAO) dari PBB juga pernah merilis laporan yang menyatakan serangga sebagai makanan potensial bagi manusia di masa depan. Lebih dari 1.900 spesies serangga telah mereka dokumentasikan layak sebagai bahan makanan secara global.

Beberapa alasan yang membuat kita perlu melirik serangga sebagai bahan makanan adalah, pertama, karena serangga merupakan alternatif yang memiliki tingkat keberlanjutan tinggi, dibandingkan dengan daging dan ikan.

Kedua, jumlah serangga lebih banyak dari ikan di laut atau hewan lain di darat. Ketiga, terbukti serangga mengandung protein tinggi. Namun belum ada yang meneliti pemanfaatan serangga sebagai sumber nutrisi lain.

Untuk itu, periset di Kings College London dan Ningbo University di Tiongkok meneliti konten nutrisi yang dimiliki berbagai serangga. Mereka ingin melihat apakah serangga benar-benar dapat berkontribusi pada asupan, juga memiliki nutrisi yang setara seperti dengan daging sapi. Hasil riset itu dipublikasikan dalam Journal of Agriculture and Food Chemistry.

Dipimpin oleh Yemisi Latunde-Dada, tim periset menganalisis profil nutrisi dari empat serangga, jangkrik, belalang, kutu beras, dan kutu frengki. Mereka menguji konten mineral, juga mengkalkulasi berapa banyak dari masing-masing nutrisi yang dapat terserap oleh pencernaan manusia.

Mereka menemukan, jangkrik dan daging sapi sirloin memiliki kadar zat besi, kalsium, dan magnesium lebih tinggi. Lebih penting lagi, jangkrik paling banyak mengandung zat besi, bahkan mengalahkan daging sapi. Selain itu, kelompok menemukan bahwa tembaga, seng, mangan, magnesium, dan kalsium dalam jangkrik, belalang, dan kutu beras lebih banyak tersedia untuk penyerapan dibandingkan nutrisi yang sama dalam daging sapi.

Kesimpulannya, serangga sanggup menyediakan banyak nutrisi yang dibutuhkan manusia, dengan ongkos finansial dan lingkungan yang lebih rendah.

Entomophagy atau praktik memakan serangga menjadi penting karena kelak akan jadi solusi mengatasi kelaparan. Menurut FAO, pada 2050, dunia akan dihuni 9 miliar orang. Produksi pangan yang dibutuhkan meningkat dua kali lipat. Karena itu dibutuhkan cara baru untuk memastikan ketersediaannya.

Solusi masalah ini sudah ada yaitu serangga. PR besarnya adalah mengubah persepsi serangga sebagai makanan. Karena masih ada asosiasi makan serangga dengan perilaku primitif. Sulit untuk diubah, namun bukan tidak mungkin.

Sumber: www.beritagar.id

Komentar