JAKARTA, TitikNOL - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono penuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus suap proyek jalan sebagai saksi untuk Mantan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti.
"Saya dipanggil mungkin untuk ditanyai sebagai saksi ibu Dewi," singkat Hadi di gedung KPK yang langsung masuk lobby, Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Dalam perkara ini, Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan lima jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari Fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti melalui dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.
Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangnai KPK.
Abdul Khoir sendiri akan segera disidang sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini.
Damayanti, Dessy dan Julia disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Sedangkan Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (Bar/red)