Senin, 25 November 2024

ALIPP Sebut Gubernur Banten Membual Soal Janji Reformasi Birokrasi

Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada. (Foto: TitikNOL)
Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada. (Foto: TitikNOL)

SERANG, TitikNOL - Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) mengritik kebijakan promosi, mutasi dan rotasi ratusan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada mengatakan, pelantikan kurang lebih 128 pejabat yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh Pemprov Banten, nampak sangat sekehendak hati, tanpa memperhatikan aspek kompetensi, regulasi dan ketelitian.

“Janji politik Gubernur Banten Wahidin Halim untuk melakukan reformasi birokrasi terbukti hanya bualan belaka. Hal ini terlihat dari kacaunya rotasi dan pengisian jabatan di berbagai dinas instansi,” kata Uday kepada wartawan, Kamis (12/8/2021).

Uday menjelaskan, sebanyak 128 Aparatur Sipil Negara (ASN) eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Banten, dilantik tanggal 9 Agustus 2021 oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Gubernur Banten.

“Kalau mengacu pada aturan yang ada, hanya 2 orang yang dianggap sah secara peraturan perundangan. Selebihnya 126 orang ASN yang dilantik tidak memedomani aturan yangg berlaku atau cacat hukum alias melawan hukum. Ada indikasi mengabaikan aturan atau penyalahgunaan kewenangan atau jabatan dengan nuansa syarat kepentingan,” jelasnya.

Lebih lanjut Uday membeberkan, pada Pasal 57 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN, telah diatur mengenai prosedur dan mekanisme rotasi atau mutasi atau promosi ASN.

“Terkait dengan Pasal 57 ini tidak didukung dengan bukti undangan pelantikan kepada masing-masing yang bersangkutan ASN yang dilantik; tidak ada dokumentasi jika itu melalui virtual / zoom; tidak ada bukti adanya sumpah jabatan bagi 126 orang ASN; tidak ada dokumen aturan khusus melakukan pelantikan jabatan di saat pandemi Covid-19 khususnya di saat sekarang ini masa Pemberlakuan Pembatasan Kegaitan Masyarakat (PPKM). Selain itu, paling tidak mendapatkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” ujar Uday.

Hal lainnya, kata Uday Suhada, harus ada dokumen hasil pembahasan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Bahkan, lanjut Uday, terlihat ada unsur pemaksaan terhadap penandatangan berita acara oleh saksi. Tidak hanya itu, terkesan ada unsur pemaksaan terhadap penandatangan pernyataan pelantikan oleh 126 orang ASN yang dilantik.

“Pelantikan para pejabat itu juga tidak dipublikasikan (malahan dianggap rahasia). ASN yang dilantik dan dipromosikan menjadi pejabat eselon III di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) baru selesai menjalani hukuman disiplin pegawai dengan golongan IIId dan yang bersangkutan membawahi stafnya yang bergolongan IVa,” ujar Uday.

Uday menegaskan, rotasi para pejabat itu dilakukan tertutup, sebab dua kali pelantikan, daftar nama pejabat yang dilantik di masing-masing dinas/instansi tidak dipublikasikan.

Selain itu, lanjut Udaya, aspek kompetensi sama sekali diabaikan. Sebagai contoh, seorang inspektur mesin printing di Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) Serang menjadi kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengawas Tenaga Kerja wilayah Kabupaten Pandeglang dan Lebak.

“Banyak jabatan yang diemban seseorang tidak linier dengan basis keilmuan dan keahliannya,” katanya.

“Seorang EE sudah jelas pindah menjadi ASN pusat yang ditempatkan di Satuan Kerja (Satker) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bantul, Yogyakarta. SK kepindahannya tertanggal 1 Maret 2021 dan diterima oleh EE pada bulan April 2021. Pada pelantikan beberapa hari yang lalu EE justru dipromosikan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten menjadi eselon IV di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Banten. Padahal semestinya berbasis Simpeg,” ujarnya.

Tidak hanya itu, kata Uday, seorang pejabat di lingkungan Inspektorat, ditempatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan. Padahal ada aturan yang mensyaratkan harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). (TN1)

Komentar