SERANG, TitikNOL – Kasus pemotongan dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) menjadi perhatian khusus bagi tokoh dan ulama di Banten. Sebab, praktek itu dinilai telah merusak moral nama pesanten.
Salah satu Ulama Banten, KH. Matin Syarkowi mengatakan, dugaan kasus pemotongan dana hibah Ponpes sudah lama terjadi dan dibiarkan cukup lama oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Langkah Gubernur Banten Wahidin Halim yang melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten diapresiasi. Namun, Pemprov harus mengusut tuntas semua oknum yang turut terlibat, termasuk jika ada Aparatur Sipil Negara (ASN).
Jangan sampai karena kasusnya melibatkan Ponpes sebagai citra moral daerah, pemerintah lemah dalam menindak praktek yang bertentangan dengan Perundang-undangan. Mengingat, belum tentu dalam kasus ini Ponpes terlibat.
"Harus tegas, kadang-kadang kita kan ada pikiran inimah pesantren gitu kan. Belum tentu pesantrennya loh, karena orang pesantren terutama salafi, mereka itu betul-betul para ustad yang polos nggak ngerti administrasi, tapi mereka butuh (bantuan hibah). Nah lembaga kemitraan yang harus sama-sama bertanggungjawab," katanya saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).
Ia menerangkan, indikasi dugaan kuat pemotongan dana hibah Ponpes lantaran ada joki dalam mengusulan dan menyusun laporan pertanggungjawaban. Berdasarkan informasi yang diterimanya, pemotongan dilakukan secara bervariasi mulai dari Rp2 juta, Rp2,5 juta hingga Rp5 juta. Namun secara administrasi, pihaknya belum pernah menemukan bukti pemotongan itu.
"Kalau gubernur serius dari sisi ini dulu, karena kemitraan dengan lembaga apapun harus diminta pertanggungjawaban. Karena indikasinya pesantren dipotong alasannya macam-macam. Salah satunya pengajuan, untuk laporan ada yang mengkoordinir. Itu indikasinya ya, diduga akuat seperti itu," terangnya.
Baca juga: Pemotongan Hibah Memalukan Umat Islam, Pendiri Banten Minta Pemprov Investigasi Keterlibatan ASN
Maka persoalan ini harus ditindak secara serius. Jangan sampai perhatian pemerintah untuk Ponpes yang notabenenya memberikan pendidikan agama dinodai dengan praktek tercela. Sebab pada dasarnya, konsep dana hibah itu berasal daro rakyat untuk rakyat karena sumbernya dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
KH. Matin juga meminta kepada lembaga mitra dalam hal ini Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), harus menginventarisir data-data Ponpes yang mendapatkan dana hibah. Terlebih, banyak laporan ada Ponpes fiktif yang mendapatkan bantuan.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar FSPP turut andil memberikan edukasi cara pengajuan dan membuat laporan pertanggungjawaban dana hibah agar tidak ada perantara dan oknum yang mengkoordinir.
"Maka jika ini serius akan lebih mendidik nantinya kepada pesntren sehingga setiap bantuan pemda harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak ada penyimpangan. Karena ini uang rakyat yang dikembalikan kepada rakyat," ungkapnya.
Ia menegaskan, pengusutan tuntas secara hukum wajib dijalankan. Jangan sampai ada penyamun yang berlindung dan memanfaatkan adanya lembaga Ponpes.
"Maaf saya bahasanya agak kasar ya, lembaga pesantren dijadikan tempat berlindung bagi para penyamun gitu loh. Karena kalau ngegarong uang berlindung di nama pesantren nggak di penjara kan gitu, jangan sampai dipakai itulah. Hukum harus tegas," tegasnya. (Son/TN1)